Baca Juga: Basarnas Nias Evakuasi 35 Awak Kapal Setia Abadi Yang Terbakar di Perairan Samudera Hindia
Berdasarkan data transaksi saham dari Asabri, pembelian SIAP dilakukan pada 2014 dan 2015 dengan harga rata- rata Rp203,7 per lembar saham. Total pembelian saham sebanyak 2.041.673.800 lembar saham dengan nilai Rp415.799.546.00.
Lalu pada 2015 ada 'top up' saham oleh emiten secara cuma-cuma sebesar 459.527.600 lembar saham melalui mekanisme FoP (Free of Payment) kemungkinan diberikan emiten tersebut dengan tujuan agar tidak merugikan Asabri.
Semua saham dijual tahun 2015 pada harga rata-rata Rp226,5 per lembar saham yang lebih tinggi dari harga beli Rp203,7 per lembar saham. Total penjualan saham SIAP tahun 2015 senilai Rp566.493.479.200, sehingga untuk tranksaksi SIAP tercatat untung Rp150.693.933.200.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Minta Tempat Wisata di Kepulauan Karimunjawa Diuji Coba Secara Terbatas
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Fickar Hajar mengatakan pentingnya pendalaman para pihak yang menikmati dan terlibat kasus PT Asabri.
Menurut Fickar, proses hukum dalam kasus korupsi harus menerapkan prinsip keadilan. Semua pihak yang terlibat apalagi nyata terlihat harus diproses hukum. Hal ini penting demi bangkitnya kepercayaan terhadap pasar modal dan supremasi hukum.
Dalam kasus Asabri, kata Fickar, penyidik tetap harus mengacu data perdagangan saham secara akurat. Apalagi dalam kasus Asabri, sejumlah emiten yang diduga terlibat masih belum diproses hukum.
Fickar menyebutkan, beberapa keanehan besar yang belum terungkap dalam kasus Asabri adalah ketika Sonny Wijaya, Direktur Utama PT Asabri, pada saat awal menjabat diyakini tidak pernah mengenal Heru Hidayat. Namun secara tiba-tiba dalam waktu singkat dapat mempercayakan Heru cs sebagai mitra Asabri dalam mengelola investasi yang begitu besar.
"Tanpa ada rekomendasi serta dorongan seseorang yang sangat berpengaruh jelas tidak mungkin. Isu yang beredar orang tersebut merupakan salah seorang petinggi BPK," kata Fickar.*