HARAIN MERAPI - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan ujaran kebencian yang menjerat rekannya Andi Pangerang Hasanuddin (APH) sebagai tersangka.
Kasubdit II Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Pol. Rizki Agung Prakoso saat dikonfirmasi terkait pemeriksaan Thomas Djamaludin, membenarkan adanya kegiatan tersebut.
"Betul, (Thomas Djamaluddin diperiksa) sebagai saksi," kata Rizki, di Jakarta, Rabu (10/5/223).
Baca Juga: Ribuan Nelayan Juwana Pati Demo di Kantor Bupati Keberatan PP 11 Tahun 2023, Ini Tuntutannya
Namun, Rizki enggak berkomentar lebih lanjut terkait berapa lama Thomas Djamaluddin diperiksa dan berapa pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Dalam kasus tersebut, tersangka AP Hasanuddin ditetapkan tersangka karena mengunggah komentar pada akun media sosial Facebook yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA dan/atau ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi melalui media elektronik.
Penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri telah menetapkan AP Hasanuddin sebagai tersangka pada Minggu (30/4). Peneliti BRIN tersebut ditangkap di wilayah Jombang, Jawa Timur, dan dibawa ke Bareskrim Polri, Jakarta. Hingga kini, polisi baru menetapkan seorang sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
Baca Juga: Penasehat Hukum Pemohon Menilai Constatering di Rejowinangun Cocok dan Harus Segera Dieksekusi
Sementara itu, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Ma’mud Murod, usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (9/5), mengatakan perkara itu merupakan reaksi dari status-status Thomas Djamaluddin yang ditanggapi tersangka AP Hasanuddin.
"Apa yang disampaikan oleh Mas AP Hasanuddin, terlepas dari apa pun yang kita baca dari tulisan dia, masuk dalam delik hukum karena sudah memberikan ancaman untuk melakukan pembunuhan," kata Ma'mun.
Menurut dia, komentar bernada ujaran kebencian dari AP Hasanuddin itu adalah respons terhadap status media sosial Thomas Djamaluddin.
Baca Juga: Komisi VIII DPR RI Apresiasi Respon Cepat Penanggulangan Bencana di Gunungkidul
Ma'mun juga menggarisbawahi bahwa dalam kasus tersebut Muhammadiyah tidak anti-kritik, karena selama ini Muhammadiyah tidak pernah merespons unggahan-unggahan Thomas Djamaluddin terkait penetapan awal bulan Hijriah atau hisab wujudul hilal sejak 2011.
"Selama ini kami sudah berdiam diri sekian tahun mulai 2011 Pak Thomas (membuat status) terkait dengan penentuan awal Ramadhan, awal Idul Fitri, termasuk 10 Dzulhijah; itu kami diam saja, tidak bereaksi apa pun," ujar Ma’mun.(*)