HARIAN MERAPI - Penetapan tersangka terhadap Roy Suryo Cs dalam tuduhan ijazah palsu presiden ke-7 RI dinilai bukan merupakan proses hukum murni.
Hal itu dikatakan kuasa hukum Roy Suryo Cs, Ahmad Khozinudin saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Kamis (13/11/2025).
"Kami kuat dugaannya karena ini bukanlah proses hukum murni, tapi ada proses yang melibatkan tangan-tangan kekuasaan, diawali dengan tuntutan-tuntutan pendukung Jokowi untuk segera menetapkan tersangka," kata Khozinudin seperti dilansir Antara.
Dia juga menyebutkan Polda Metro Jaya telah sepihak menetapkan kliennya itu sebagai tersangka dengan bukti-bukti yang tidak ada kaitannya dengan kasus tersebut.
"Walaupun banyak tidak memiliki relevansi dengan apa yang dituduhkan, dan tidak pernah diketahui secara pasti apakah bukti itu bisa memuatkan tuduhan ada pencemaran," ujar Khozinudin.
Baca Juga: Awas, bansos untuk judol, ini konsekuensinya
Sementara itu, Roy Suryo mengatakan kehadiran kuasa hukumnya itu bukan mewakili pribadi, tetapi seluruh rakyat Indonesia.
"Kami mewakili seluruh rakyat Indonesia yang menginginkan perubahan atas negeri ini. Negeri ini sudah lama, lebih dari satu dekade mengalami suatu rezim yang sangat jahat, sangat bengis dan utamanya adalah menggunakan segala cara, menggunakan segala daya, termasuk penggunaan ijazah palsu," ucap Roy Suryo.
Tersangka lainnya, Rismon Sianipar juga mengatakan penyidik harus lebih siap sebelum menuduhnya mengedit atau merekayasa.
"Mana yang kami rekayasa? Kalau itu tidak terbukti, nanti saya berencana untuk menuntut kepolisian. Jangan sampai tuduhan itu adalah tuduhan tanpa basis ilmiah. Apa yang kami lakukan, ada itu namanya ilmunya digital image processing, jangan sampai ilmu tersebut jadi ilmu terlarang," ungkap Roy Suryo.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menetapkan delapan tersangka dalam kasus tuduhan ijazah palsu Presiden ke-7 Republik Indonesia (RI) Joko Widodo.
Baca Juga: Cegah paparan negatif gim daring, ini yang perlu dilakukan guru
"Telah menetapkan delapan orang tersangka dalam perkara pencemaran nama baik, fitnah, ujaran kebencian, penghasutan, edit dan manipulasi data elektronik," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Asep Edi Suheri saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (7/11).
Dia menjelaskan delapan orang tersangka itu dibagi ke dalam dua klaster, yaitu klaster pertama yang terdiri dari ES, KTR, MRF, RE, dan DHL, kemudian klaster kedua, yakni RS, RHS, dan TT.
"Untuk tersangka dari klaster pertama dikenakan Pasal 310, Pasal 311, Pasal 160 KUHP, Pasal 27a Juncto Pasal 45 Ayat 4, Pasal 28 Ayat 2 Juncto Pasal 45a Ayat 2 Undang-Undang ITE," tutur Edi.