Dampak yang dimaksud meliputi kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban luka hingga korban jiwa, kemacetan di sejumlah ruas jalan, kerusakan infrastruktur jalan, bahkan peningkatan polusi udara di daerah terdampak.
Data Korlantas Polri menyebutkan terdapat 27.337 kejadian kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan barang pada tahun 2024.
Sementara data Jasa Raharja menunjukkan bahwa kendaraan ODOL jadi penyebab kecelakaan nomor dua, di mana pada tahun 2024 tercatat ada 6.390 korban meninggal dunia yang diberikan santunan.
"Adapun terkait kerusakan infrastruktur, diperkirakan butuh anggaran sekitar Rp43,47 triliun per tahun untuk melakukan perbaikan jalan rusak yang salah satunya disebabkan oleh kendaraan ODOL,” ujar Menhub.
Kemenhub pada tahun ini tidak menerbitkan aturan baru terkait angkutan ODOL, namun hanya akan menjalankan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sekaligus mengingatkan kembali komitmen zero ODOL yang telah disepakati oleh pihak terkait pada tahun 2017.
Ia menambahkan jika ada pihak yang merasa keberatan dengan penanganan angkutan ODOL atau ingin memberikan masukan, dirinya sangat terbuka untuk berdiskusi.
Pasalnya, Menhub memahami bahwa sebuah kebijakan pada dasarnya tidak bisa menyenangkan semua pihak.
”Saya terbuka untuk diskusi, tapi bukan untuk menunda. Penundaan hanya akan menimbulkan kerugian-kerugian baru dan justru tidak menyelesaikan akar masalah. Perlu saya tekankan kembali, fokus utama kami adalah keselamatan,” kata Menhub.(*)