HARIAN MERAPI - Masjid Agung Menggoro di Temanggung dibangun oleh Sunan Kalijaga sekitar tahun 1424 M. Masjid kuna ini memiliki ciri khusus, puncak tiang penyangga berukiran seperti tumpukan tatal (sisa-sisa serpihan kayu).
Masjid Menggoro ini corak ukir serta tiangnya sama dengan yang ada di masjid Pondok Jagalaga (asuhan Kyai Masruchan) sebelah selatan Kadilangu, Demak.
Sepeninggal Sunan Kalijaga dakwah Islam di kawasan ini dilakukan oleh seorang wali muda pengembara dari negeri Timur Tengah bernama Adam Muhammad.
Baca Juga: Kyai Pahing mubaligh di kaki Gunung Sumbing daerah Tembarak Temanggung cucu Sunan Kalijaga
Dia kemudian menggantikan Imam Sabe, sebagai imam masjid ini. Pada masa ini imam masjid Kyai Adam Muhammad, juru kunci Kyai Pahing dibantu keturunan Imam Sabe.
Kala itu dakwah Islam di daerah ini semakin berkembang, sehingga ada seorang pangeran dari Kasunanan Surakarta, Pangeran Suryaningrat yang nyantri di sini sampai akhir hayatnya.
Nyai Brintik dan Suryaningrat dimakamkan di dusun Jokopati (sebutan Suryoningrat karena ketika meninggal masih perjaka), sebuah dusun sekitar satu kilometer sebelah barat desa Menggoro.
Bagi yang percaya, makam ini menjadi tempat ziarah bagi mereka yang mempunyai tujuan atau cita-cita tertentu.
Baca Juga: Tradisi Mujahadahan malam Jumat Pahing yang diselenggarakan Kyai Pahing di Tembarak jadi terkenal
Ratusan tahun kemudian dengan banyak berganti pengelola, keadaan masjid Menggoro tampak sedikit kurang terawat.
Pada tahun 1932 dilakukan rehabilitasi masjid yang pertama kali oleh Bupati Temanggung kala itu, Tjokro Sutimo.
Bangunan masjid diperluas menjadi ukuran 7 meter × 8 meter, namun tidak merubah bentuk dan desain masjid yang asli. Perluasan ke arah belakang dan ke samping, karena di depan masjid ada kolam.
Tiang induk di tengah masjid ada beberapa yang terpaksa diganti karena lapuk dimakan usia.
Baca Juga: Arti penting persaksian Ke-Esaan-Nya bagi seorang muslim
Dari 16 tiang yang masih ada ukirannya ada 9 buah, tiang kayu jati bundar berdiameter sekitar satu meter. Di halaman masjid di bangun gapura ada tulisan Jawa Kuna, “Resa Brahmana, Resi Bumi”.