Gunung Rinjani yang memiliki banyak jalur pendakian menjadi tantangan besar dalam aspek pengawasan karena jumlah petugas terbatas. Wisatawan yang turun acapkali tidak berada di jalur yang sama saat mereka mendaki.
Pemerintah tidak bisa menutup jalur pendakian yang banyak itu menjadi satu atau dua jalur saja, untuk memudahkan penyelesaian sampah, seperti gunung-gunung lain di Pulau Jawa, karena itu terkait dampak ekonomi lokal.
Selain enam jalur pendakian, terdapat pula 21 objek wisata non-pendakian yang menjangkau empat kabupaten di Pulau Lombok, yakni Lombok Utara, Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Barat. Objek wisata non-pendakian terbanyak terletak di seksi konservasi wilayah II Lombok Timur dengan jumlah 19 titik objek.
Pada 2023, Gunung Rinjani memberikan sumbangsih terhadap penerimaan negara bukan pajak atau PNBP sebesar Rp14,7 miliar, dengan angka perputaran uang mencapai Rp79 miliar.
Baca Juga: Polisi Buru Kendaraan yang Terlibat Kecelakaan Lalu Lintas di Prambanan, Korban Meninggal
Nilai ekonomi yang terbilang besar itu membuat pengelolaan persampahan tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Kolaborasi multipihak sangat diperlukan agar sampah-sampah plastik tidak lagi mengotori Gunung Rinjani.
Pendakian bebas sampah
Kegiatan sarasehan Rinjani Zero Waste Trakking tersebut menghasilkan sebuah deklarasi untuk mewujudkan pendakian Gunung Rinjani yang bebas sampah.
Terdapat enam poin dalam deklarasi tersebut, yakni pelatihan intensif, dukungan terhadap regulasi, kampanye gerakan pendakian bebas sampah, komitmen mencegah timbulan sampah, ikut berkolaborasi dan terlibat aktif, serta optimalisasi potensi lokal dalam pengembangan manajemen logistik pendakian.
Keindahan Gunung Rinjani memikat perhatian para pendaki dari seluruh dunia. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani membatasi kuota pendaki hanya 400 orang setiap hari.
Sistem tiket elektronik kini telah diterapkan untuk memudahkan pengawasan terhadap aktivitas para pendaki, baik dari segi keselamatan maupun penangan sampah. Kegiatan mendaki paling ramai terjadi pada Juli sampai Agustus.
Setiap tahun, pada Januari sampai Maret, kegiatan pendakian ditutup sementara untuk memulihkan kondisi alam dan juga membersihkan sampah-sampah yang mencemari lingkungan.
Balai Taman Nasional Gunung Rinjani menegaskan saat aktivitas pendakian dibuka kembali pada April 2025, maka tidak ada lagi bungkus-bungkus plastik makanan dan minuman yang dibawa para pendaki ke atas gunung.
Makan dan minuman harus disimpan dalam wadah guna ulang. Bila pendaki lupa membawa wadah guna ulang, maka pihak Balai Taman Nasional Gunung Rinjani menyediakan wadah guna ulang itu di resort pendakian maupun juga pos II.