HARIAN MERAPI - Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) dibelit kasus korupsi, berupa suap pengadaan alat deteksi korban reruntuhan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Basarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) sebagai tersangka.
Menanggapi kasus tersebut, Presiden Joko Widodo meminta semua pihak menghormati proses hukum yang berjalan .
Baca Juga: Atmosfer Mencekam Legenda Urban 'Ariyah dari Jembatan Ancol' di Panggung Taman Ismail Marzuki
"Kalau memang ada yang melompati sistem dan mengambil sesuatu dari situ (sistem lelang pengadaan), ya, kalau terkena OTT (operasi tangkap tangan), ya, hormati proses hukum yang ada," kata Jokowi di Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis.
Jokowi mengatakan pihaknya telah berupaya membenahi sistem pengadaan barang dan jasa di kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) di Tanah Air, salah satunya ialah dengan menerapkan e-Katalog.
Saat ini, lanjut Jokowi, jumlah produk di e-Katalog telah meningkat pesat menjadi 4 juta produk, dari yang sebelumnya hanya 10 ribu. Hal itu menandakan sudah ada perbaikan sistem pengadaan di lembaga pemerintah.
Namun demikian, tambahnya, apabila ada oknum yang berupaya mengakali sistem pengadaan tersebut dengan cara yang melanggar hukum, maka akan diproses secara hukum.
Baca Juga: Tunggu Regulasi Kementerian Kominfo, Telkomsel Sebut eSIM Siap Diterapkan Tahun Ini
Dalam kasus dugaan korupsi di Basarnas, KPK telah menetapkan Kepala Basarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) sebagai tersangka oleh KPK, Rabu (26/7).
KPK kemudian menyerahkan Henri Alfiandi bersama Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC), yang juga ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dalam kasus serupa itu, kepada Puspom Mabes TNI dengan supervisi KPK.
HA diduga menerima suap sebesar Rp88,3 miliar dari beberapa proyek pengadaan barang di Basarnas pada rentang waktu 2021-2023.