“Kalau pakai APBN agak lucu. Karena untungnya ke dia (Danantara), susahnya ke kita,” ujar Purbaya kepada awak media di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin, 13 Oktober 2025.
Menurut Purbaya, Danantara selama ini telah menerima dividen besar dari BUMN, mencapai Rp80 triliun. Karena itu, menurutnya tidak masuk akal jika keuntungan dinikmati Danantara, tetapi tanggung jawab utang justru dibebankan kepada APBN.
“Harusnya kalau diambil dividen BUMN, ambil semua, termasuk bebannya,” katanya.
Di lain pihak, Luhut selaku Ketua DEN justru menyebut tak ada alasan menjadikan utang Whoosh sebagai beban fiskal negara.
Baca Juga: Tersengat listrik saat pasang papan reklame, Umar Hidayat alami luka bakar
Dalam kesempatan berbeda, Luhut menegaskan proyek itu hanya perlu restrukturisasi, bukan penyelamatan lewat APBN.
“Whoosh itu tinggal restructuring saja. Siapa yang minta APBN? Tak ada yang pernah minta APBN membayar utang Whoosh,” tegas Luhut dalam forum "1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran" di Jakarta Selatan, pada Kamis, 16 Oktober 2025.
Perdebatan Soal Family Office
Isu kedua yang membuat Purbaya dan Luhut tampak berseberangan, ialah rencana pendirian family office, sebuah lembaga pengelola kekayaan swasta yang ditargetkan menarik investor global.
Baca Juga: Faktor penyebab perilaku agresif remaja
Terkait rencana pendirian family office, Purbaya menolak gagasan ini bila harus menggunakan dana APBN.
“Kalau DEN bisa bangun sendiri, ya bangun saja sendiri. Saya anggarannya enggak akan alihkan ke sana,” kata Purbaya kepada wartawan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, pada Senin, 13 Oktober 2025.
Purbaya menambahkan, dirinya belum memahami sepenuhnya konsep family office yang diinisiasi Luhut Pandjaitan sejak era Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
“Saya belum terlalu ngerti konsepnya. Walaupun Pak Ketua DEN sering bicara, saya belum pernah lihat apa sih konsepnya, jadi saya nggak bisa jawab,” ujarnya.