Gelombang PHK terjadi sebelum Ramadhan, Rhenald Kasali: Pengusaha hendaknya berhitung aspek sosial psikologis masyarakat

photo author
- Senin, 3 Maret 2025 | 16:15 WIB
Guru Besar Universitas Indonesia (UI) sekaligus pakar ekonomi Rhenald Kasali saat ditemui di Antara Heritage Center Pasar Baru, Jakarta, Rabu (5/2/2025). ( ANTARA/Arnidhya Nur Zhafira )
Guru Besar Universitas Indonesia (UI) sekaligus pakar ekonomi Rhenald Kasali saat ditemui di Antara Heritage Center Pasar Baru, Jakarta, Rabu (5/2/2025). ( ANTARA/Arnidhya Nur Zhafira )

HARIAN MERAPI - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar, termasuk yang dilakukan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) dilakukan tepat sebelum momen Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri tiba sangat disayangkan.

Menurut Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali, lebih bijak bagi pengusaha atau perusahaan untuk menunda PHK setelah Hari Raya Idul Fitri, yang menjadi momen masyarakat mempersiapkan mudik atau perayaan Lebaran bersama keluarga.

“Seharusnya PHK ditunda setelah Lebaran. Pengusaha hendaknya juga berhitung aspek sosial psikologis masyarakat, PHK yang tidak memperhitungkan dampak ini sangat mengganggu trust dan suasana kebatinan masyarakat,” kata Rhenald, di Jakarta, Senin (3/3/2025).

Menurut Rhenald, biasanya hal seperti itu sudah dibicarakan dengan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) setempat, sehingga Disnaker dapat mengatur waktu (timing) yang tepat untuk pengumuman PHK.

Baca Juga: Dirut Pertamina minta maaf : Kami telah bentuk Tim Crisis Center untuk evaluasi proses bisnis

"Disnaker-lah yang harus mengatur timing-nya, dan sebaiknya hak-hak pegawai/buruh seperti THR dan uang PHK sudah dibayarkan,” ujar dia seperti dilansir Antara.

Adapun Rhenald menilai penataan daya saing dan ekonomi merupakan akar dari adanya gelombang besar PHK.

Salah satunya yang belakangan ini menyita perhatian adalah sebanyak 12 ribu karyawan PT Sritex dan tiga anak usahanya yang kehilangan pekerjaan akibat pailit.

“Gelombang PHK yang berturut-turut ini mencerminkan adanya masalah dalam penataan daya saing. Misalnya industrial policy, mulai dari bea masuk, beban bunga, perpajakan, ketersediaan (ekosistem bahan baku), keterampilan tenaga kerja, biaya ‘siluman’, dan sebagainya, yang mengakibatkan melemahnya daya saing dan perusahaan harus ditutup,” kata Rhenald.

Baca Juga: Pembalap Muda Mario Aji Dapat Dukungan Dari BRI di Ajang Moto2

“Jadi pemerintah harus duduk bareng antarkelembagaan dan atasi bersama,” ujar dia menambahkan.

Lebih lanjut, Rhenald mengatakan pemerintah harus aktif dalam memantau penyerapan tenaga kerja di saat ada perusahaan yang tutup.

“Ini persoalan penataan ekonomi, yakni bagaimana agar pengusaha tetap kompetitif,” kata Rhenald.

“Memang bukan semua masalah pemerintah, tetapi pemerintah harus terus memantau atau setiap satu perusahaan tutup, maka ada dua tiga perusahaan yang kapasitas/kemampuan menyerap tenaga kerjanya dua kali lipat dari yang ditutup,” katanya lagi.(*)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Widyo Suprayogi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB
X