45 Persen Jurnalis Alami Kekerasan Selama 2023

photo author
- Jumat, 29 Maret 2024 | 06:30 WIB
Social Research Manager Populix Nazmi Tamara (tengah) saat memberikan pemaparan di kawasan Menteng, Jakarta, Kamis (28/3/2024).  (ANTARA/Rio Feisal)
Social Research Manager Populix Nazmi Tamara (tengah) saat memberikan pemaparan di kawasan Menteng, Jakarta, Kamis (28/3/2024). (ANTARA/Rio Feisal)

HARIAN MERAPI - Yayasan Tifa sebagai bagian dari Konsorsium Jurnalisme Aman berkolaborasi dengan lembaga survei Populix mengungkapkan 45 persen jurnalis dari 536 responden mengaku mengalami kekerasan saat bekerja selama 2023.

Hal itu disampaikan Social Research Manager Populix Nazmi Tamara saat merilis Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 yang mencapai angka 59,8 dari 100 atau termasuk kategori agak terlindungi.

"Ini angka yang cukup besar karena hampir setengahnya itu pernah mengalami kekerasan, dan di sini secara lebih detil, laki-laki dan perempuan itu lebih rentan di kelompok perempuan. Hampir separuh dari perempuan itu mengaku pernah mendapatkan kekerasan," kata Nazmi di kawasan Menteng, Kamis (28/3/2024), dilansir dari Antara.

Baca Juga: Mayoritas masyarakat alokasikan THR tahun ini untuk belanja kebutuhan Ramadhan, bukan ditabung

Ia menjelaskan dari 33 persen responden jurnalis perempuan atau 175 orang, terdapat 49 persen yang mengaku pernah mendapatkan kekerasan saat bekerja pada 2023.

Sementara itu, ia mengatakan bahwa baik jurnalis perempuan maupun laki-laki mengaku paling banyak mengalami kekerasan dalam bentuk pelarangan liputan sebesar 46 persen, dan pelarangan pemberitaan sejumlah 41 persen.

"Ada juga teror intimidasi itu ada di posisi ketiga. Lalu selanjutnya ada penghapusan hasil liputan, dan ancaman pembunuhan ada di urutan kelima, dan kekerasan fisik ada di urutan keenam," jelasnya.

Baca Juga: Begini modus operator dan manajer SPBU jual BBM oplosan, lagi-lagi masyarakat yang dirugikan

Ia lantas menjelaskan bahwa kekerasan seksual tidak termasuk dalam bentuk kekerasan yang paling banyak dialami jurnalis karena memiliki data yang minim, sehingga datanya tidak ditampilkan.

Ia juga menjelaskan pihaknya menggunakan metode campuran dalam menyusun indeks tersebut, yakni kuantitatif dan kualitatif.

"Pada metode kuantitatif, kami melakukan survei pada 536 responden dari jurnalis aktif dan juga data kuantitatif lain dari data sekunder yang dikumpulkan oleh AJI untuk bahan faktor koreksi tadi," katanya.

Baca Juga: Jangan khawatir tidak kebagian, BI sediakan layanan penukaran uang rupiah di jalur mudik

Untuk metode kualitatif, lanjut dia, dengan melakukan "fokus group discussion" (FGD) dan juga wawancara mendalam kepada beberapa stakeholder.

"Artinya dalam penyusunan indeks ini tidak hanya melihat dari sisi metodologi ilmiah saja, tetapi juga kami melihat dari berbagai stakeholder berbagai sisi untuk bisa mendapatkan sebuah indeks, sebuah hitungan, sebuah angka yang lebih komprehensif dan menggambarkan bagaimana keselamatan jurnalis itu sendiri," ujarnya.

Adapun ia menyebut pihaknya tidak mengatur "margin of error" (toleransi kesalahan) dan terdapat beberapa pertanyaan yang dapat dijawab lebih dari sekali atau "multiple answered".

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sutriono

Sumber: ANTARA

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB
X