Menurutnya, kafein dalam jumlah tinggi dapat mengaktivasi sistem saraf simpatis atau bagian dari autonomic nervous system yang dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung dan munculnya rasa gelisah. Inilah mengapa, efek kafein dapat memperberat gejala pada individu yang memiliki kerentanan terhadap gangguan kecemasan (anxiety disorder).
Lebih lanjut, dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2014 itu menyarankan, bila ingin menghentikan kebiasaan mengonsumsi kafein seperti kopi, maka hindari penghentian konsumsi secara mendadak, khususnya pada peminum berat. Hal ini karena dapat menimbulkan sakit kepala akibat putus kafein, yang biasanya disertai rasa lelah, sulit konsentrasi, dan perubahan mood. Oleh karena itu, proses penghentian sebaiknya dilakukan secara bertahap untuk menghindari gejala withdrawal yang berat.
“Nah masalah kopi ini juga, mungkin banyak individu ketika menghentikan kopinya dia muncul sakit kepala. Jadi kafein itu bukan dianggap sebagai molekul yang biasa-biasa saja dalam kondisi berlebihan, itu juga menyebabkan sakit kepala. Bisa dikatakan adiksi. Makanya kalau sudah mengonsumsi kopi dalam jumlah banyak dan mau menghentikan maka dia harus diturunkan perlahan-perlahan,” ungkap dokter yang khusus menangani migren dan nyeri kepala tersebut.
Selain itu, menurut dokter yang telah mengikuti program pendidikan dan serangkaian protokol tentang penanganan dini kegawatdaruratan neurologis dari Neurocritical Care Society ini juga mengatakan masalah lain yang kerap terjadi di masyarakat adalah kebiasaan mengatasi sakit kepala dengan pil pereda nyeri atau analgesik.
"Tanpa disadari, pola konsumsinya dapat meningkat. Hal tersebut tentu menjadi masalah serius yang justru dapat memicu medication-overuse headache atau sakit kepala yang muncul akibat konsumsi analgesik yang berulang dan tidak terkontrol," katanya.
Terlebih, penggunaan obat pereda nyeri kepala yang berlebihan dapat menyebabkan risiko pada kerusakan fungsi hati dan menyebabkan radang pada lambung.
Bila dilihat dari komposisinya, biasanya obat generik yang mudah didapatkan di sekitar rumah seperti di warung, mengandung parasetamol dan kafein yang berfungsi meredakan sakit kepala dan nyeri serta menurunkan demam. Bahan tersebutlah yang jika dikonsumsi dalam jangka waktu panjang dapat berisiko menimbulkan komplikasi.
“Ini menjadi suatu permasalahan yang belum banyak dibahas. Individu yang mengonsumsi obat pil nyeri untuk meredakan sakit kepala, biasanya berpotensi mengonsumsi lebih sering. Dari satu hari sekali, menjadi 2 kali sehari, 3 kali sehari, sampai 3 kali 2 butir sehari dan seterusnya,” ungkap dokter Kevin.
Kondisi tersebut menurut dokter Kevin sering tidak disadari pasien karena keluhannya tampak seperti sakit kepala biasa, padahal kejadian tersebut terjadi akibat perubahan sensitivitas sistem saraf pusat terhadap obat.
Padahal, parasetamol memiliki batas maksimal 4 gram per hari atau sekitar delapan butir.
Untuk itu, dokter Kevin menganjurkan tidak semua keluhan pusing atau sakit kepala langsung diatasi dengan membeli obat bebas hingga mengurangi ketergantungan dengan meminum kopi.