Vera mengemukakan perlunya pengaturan aktivitas daring dan luring remaja untuk menghadirkan stabilitas emosi dan ritme hidup yang lebih sehat.
Baca Juga: Dorong Kompetensi Jurnalis di Indonesia, CIMB Niaga Gelar Workshop dan Kelas Jurnalisme Inspiratif
Menurut dia, para remaja bisa didorong untuk melakukan aktivitas olahraga, hobi, atau kegiatan sosial agar tidak terlalu banyak menggunakan media sosial.
Selain mendatangkan banyak peluang dan manfaat, penggunaan platform media sosial bisa berdampak negatif pada remaja kalau dilakukan secara berlebihan dan tanpa pendampingan.
"Dampak yang paling signifikan adalah perubahan cara remaja membangun identitas diri atau bagaimana mereka mengenali dirinya," katanya.
Ia mengatakan, media sosial membuat remaja lebih cepat terekspos pada standar sosial, tren, dan opini orang lain. Hal ini membuat proses pencarian jati diri menjadi jauh lebih kompleks.
"Pengaruh medsos terhadap rasa percaya diri remaja sangat besar, terutama karena media sosial sering menjadi 'cermin kedua' bagi remaja. Reaksi orang lain, baik positif maupun negatif, dapat membuat kepercayaan diri naik atau turun dengan cepat," kata Vera.
Dia menyampaikan bahwa penggunaan media sosial secara berlebihan dapat memicu gangguan tidur, yang akan meningkatkan risiko stres, gangguan kecemasan, dan depresi.
Kalau remaja sampai mengalami perubahan suasana hati ekstrem dan menarik diri dari kegiatan sosial karena kebanyakan menggunakan media sosial, ia mengatakan, maka upaya intensif sebaiknya dilakukan untuk membantu mengatasinya.
"Validasi perasaan remaja, bantu mereka membangun kembali konsep diri yang sehat, kurangi paparan konten yang memicu perbandingan diri, dan dorong aktivitas offline," kata Vera.
Apabila dampak penggunaan media sosial sudah sampai mempengaruhi kegiatan sehari-hari remaja, Vera menganjurkan orang tua untuk meminta pertolongan dari profesional.
"Berikan pendampingan profesional bila gejala sudah berat, terapi atau konseling jika dampaknya sudah mempengaruhi fungsi harian mereka," katanya.*