HARIAN MERAPI - Selama ini ada anggapan orang yang mengalami trauma adalah orang lemah.
Anggapan tersebut tidakah benar, trauma bukanlah tanda kelemahan.
Hal ini tersimpul dalam buku Pulih dari Trauma: Berkenalan dengan Trauma Processing Therapy" yang diterbitkan Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
Penerbit Gramedia Pustaka Utama meluncurkan buku karya terbaru dr. Jiemi Ardian, Sp.KJ yang berjudul "Pulih dari Trauma: Berkenalan dengan Trauma Processing Therapy", yang ingin menghilangkan persepsi trauma sebagai tanda kelemahan yang selama ini salah di masyarakat.
"Buku ini menggambarkan secara deskriptif apa itu trauma, secara sudut pandang ilmiah sehingga seseorang bisa tidak kebingungan apa rasa sakitnya yang dirasakan itu nyata atau tidak, benar atau tidak, valid atau tidak dan bagaimana memulihkannya," kata Jiemi dalam peluncuran buku di Gramedia Jalma, Jakarta, Minggu.
Ia mengatakan dalam buku ini ia ingin menjelaskan istilah trauma yang sudah ada sejak zaman peperangan dikonotasikan sebagai kelemahan, harus segera ditangani sebagai gangguan jiwa.
Ia mengatakan trauma tidak akan memengaruhi tubuh secara keseluruhan yang bisa membuatnya lemah, namun harus ditemui apa rasa sakit yang menjadi latar belakangnya dan bagaimana menemui 'sakit' itu dengan welas asih sehingga trauma bisa mereda dan hilang.
Baca Juga: Waspada, ancaman buaya Sungai Progo
"Supaya rasa sakitnya bisa mereda atau target aslinya adalah menghilang. Tapi kalau yang penting mereda dulu. Jadi bagaimana kita menemui sang sakit dengan penuh welas asih dan membantunya tidak lagi sakit," kata Jiemi.
Buku ini memperkenalkan pendekatan Trauma Processing Therapy (TPT), sebuah metode yang dikembangkan sendiri oleh dr. Jiemi berdasarkan praktik klinisnya.
Ia menawarkan cara yang terstruktur dan aplikatif untuk membantu individu, baik yang mengalami trauma maupun para pendamping, dalam proses pemulihan psikologis.
Jiemi mengatakan memori traumatiknya mempunyai muatan emosional yang bisa mengganggu, sehingga diharapkan metodenya ini bisa menetralkan emosi dari pengalaman trauma dan tidak lagi menjadi pemicu di masa depan.