HARIAN MERAPI - Data menyebutkan sebanyak 5.566.015 konten pornografi di dunia digital melibatkan anak-anak Indonesia sebagai korban.
Data yang disampaikan oleh National Center for Missing and Explioted Children (NCMEC),seperti dilansir Antara, Senin (22/7/2024) menempatkan Indonesia masuk peringkat empat secara internasional, dan peringkat dua dalam regional ASEAN.
Sementara itu, mengacu pada data dari Kabareskrim dan Kemensos, terdapat 5,5 juta temuan kasus pornografi pada anak.
Meski demikian, jumlah tersebut tidak mencerminkan kondisi nyata di lapangan karena ada banyak korban yang sengaja menutupi perbuatannya dan tidak mau melapor, lantaran hal tersebut dianggap sebagai aib.
Baca Juga: Sudah Sebulan Dirawat di RS Arab Saudi, Satu Jemaah Haji Asal Gunungkidul Belum Kembali
Kasus-kasus yang muncul adalah terkait dengan pelecehan dan eksploitasi seksual baik perempuan maupun anak secara online hingga penyebaran konten intim non-konsensual. Korban rata-rata berusia 12-14 tahun, namun ditenggarai tidak menutup kemungkinan anak-anak dari jenjang PAUD dan kelompok disabilitas juga terlibat.
Keterikatan anak-anak dan remaja saat ini pada dunia digital, khususnya melalui pemakaian gawai sudah menjadi fenomena yang terjadi hampir di seluruh dunia. Di Indonesia penggunaan gawai bahkan sudah menyerbu hingga pelosok desa.
Pemandangan anak yang asyik dengan gawai sudah tidak asing lagi, mulai dari balita hingga remaja yang di keliling layar ponsel pintar, tablet, dan video game terpikat oleh daya pikat teknologi dengan aplikasi warna-warni.
Namun sayangnya, pemanfaatan teknologi digital masih sebatas untuk kepentingan hiburan mulai bermain game hingga bermedsos tanpa pemahaman yang cukup tentang literasi berinternet. Kondisi tersebut diperparah dengan ketidakpahaman orang tua dan orang dewasa di sekitarnya akan bahaya dengan membiarkan anak-anak berselancar tanpa pengawasan memadai.
Perempuan dan anak khususnya, diharapkan bisa lebih waspada dalam memanfaatkan teknologi digital sebab internet dan media sosial saat ini menjadi sarana bagi munculnya tindakan kekerasan dan eksploitasi yang semakin beragam jenis dan intensitasnya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Bintang Puspayoga menilai kasus kekerasan berbasis gender secara online tersebut merupakan salah satu bentuk kekerasan online yang mudah terjadi, bisa dialami oleh siapapun, namun sangat minim solusi yang berkeadilan.
Pemanfaatan teknologi digital yang tidak diimbangi dengan literasi digital yang baik akan berdampak fatal sehingga masyarakat perlu mengetahui kaidah hukum dan kaidah etik dalam penggunaannya.
Terlebih, dengan beragam persoalan yang belakangan muncul seperti anak dan remaja yang kecanduan gawai, judi online, pinjaman online, pornografi, kekerasan di keluarga, perceraian yang meningkat dipicu dan difasilitasi oleh keberadaan digital yang digunakan dengan tidak bijak.
Baca Juga: Berkenalan dengan Musirah, Nasabah PNM Mekaar Tebar Semangat Tanpa Batas di Tengah Keterbatasan