HARIAN MERAPI - Adakah kiat agar hidup lebih produktif ? Pertanyaan ini penting diajukan mengingat banyak orang yang mengalami tekanan akibat kemacetan, kepadatan penduduk dan sebagainya.
Jawaban atas pertanyaan tersebut tertuju pada kepedulian terhadap kesehatan mental.
Bila masyarakat peduli kesehatan mental sejak dini, maka hidup akan lebih bermakna dan produktif.
Orang-orang yang tinggal di kota besar kerap mengalami peningkatan stimulus tekanan jiwa akibat kemacetan, kepadatan penduduk, kebisingan, polusi, dan hal lain, seperti efek pandemi COVID-19, beberapa waktu lalu yang memicu depresi dan kecemasan.
Baca Juga: Tips memilih steak yang sehat dan rendah lemak
Kehidupan di kota besar dikaitkan dengan risiko depresi hampir 40 persen lebih tinggi ketimbang mereka yang tinggal di perdesaan, sehingga orang kota menjadi rentan mengalami gangguan jiwa, mulai tingkat sederhana hingga berat.
Dampak buruk kehidupan perkotaan terhadap kesehatan fisik tidak hanya berdampak pada tingginya angka penyakit degeneratif, namun juga dapat berdampak buruk pada kesehatan mental.
Risiko terkena gangguan mental berupa stres, kecemasan dan depresi, menjadi situasi gangguan jiwa yang paling umum terjadi di dunia, ditandai dengan suasana hati yang buruk dan perasaan tidak berdaya. Kondisi itu, persentasenya 20 persen lebih tinggi pada penduduk kota daripada mereka yang tinggal di luar perkotaan.
Sementara itu, risiko terkena psikosis berupa gangguan kejiwaan berat yang terkait dengan halusinasi, delusi, paranoia, dan pikiran tidak teratur angkanya 77 persen lebih tinggi pada penduduk kota daripada penduduk desa.
Demikian pula, risiko terkena gangguan kecemasan umum, berupa perasaan cemas, khawatir dan perasaan panik mencatat angka 21 persen lebih tinggi pada penduduk kota daripada penduduk desa.
Pada peristiwa pandemi COVID-19 pada tahun 2020, tahun pertama pandemi, prevalensi kecemasan dan depresi global meningkat hingga 25 persen, menurut laporan ilmiah yang dirilis oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Laporan tersebut juga menyoroti siapa yang paling terdampak dan merangkum dampak pandemi terhadap ketersediaan layanan kesehatan mental dan bagaimana hal ini berubah selama pandemi.
Kekhawatiran tentang potensi peningkatan kondisi kesehatan mental telah mendorong 90 persen negara yang disurvei untuk memasukkan dukungan kesehatan mental dan psikososial dalam respons COVID-19, tetapi kesenjangan dan kekhawatiran besar masih tetap ada.
“Informasi yang kami miliki saat ini mengenai dampak COVID-19 terhadap kesehatan mental dunia hanyalah puncak gunung es. Ini merupakan seruan bagi semua negara untuk memberikan perhatian lebih terhadap kesehatan mental dan melakukan upaya yang lebih baik dalam mendukung kesehatan mental masyarakatnya," kata Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus.