Mayoritas masyarakat Indonesia potensial terkena diabetes, ini sebabnya

photo author
- Rabu, 13 September 2023 | 14:30 WIB
Tangkapan layar Dokter Spesialis Penyakit Dalam dr Andi Khomeini Takdir, dalam acara gelar wicara terkait diabetes, yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (13/9/2023).  (ANTARA/Instagram-Kemenkes)
Tangkapan layar Dokter Spesialis Penyakit Dalam dr Andi Khomeini Takdir, dalam acara gelar wicara terkait diabetes, yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (13/9/2023). (ANTARA/Instagram-Kemenkes)



HARIAN MERAPI - Mayoritas masyarakat Indonesia memiliki potensi terkena diabetes melitus.


Apalagi di Indonesia makanan manis merajalela di mana-mana. Inilah yang membuat potensi orang terkena diabetes.


Demikian disampaikan praktisi Kesehatan, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dr Andi Khomeini Takdir dalam acara gelar wicara terkait diabetes, yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Baca Juga: Ramalan cinta dan karir zodiak Libra, Scorpio, Sagitarius Kamis 14 September 2023 peluang kerja luar biasa


Ia mengatakan, hampir seluruh masyarakat Indonesia berpotensi memiliki penyakit diabetes melitus.

"Orang Indonesia hampir semuanya berpotensi (memiliki diabetes). Kita semua berpotensi, terutama di Indonesia makanan manis merajalela di mana-mana," katanya.


Pria yang akrab disapa Dokter Koko itu mengatakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah merekomendasikan batasan konsumsi gula harian dengan tidak lebih dari 50 gram/hari.

Namun menurutnya, masih terdapat sejumlah kalangan masyarakat yang mengonsumsi gula melebihi batas yang dianjurkan oleh Kemenkes.

Baca Juga: Dua Kelurahan di Salatiga bakal jadi Kampung Edufarm penghasil susu, semoga tidak hanya mimpi

"Dari situ lah, mengapa banyak masyarakat Indonesia yang berpotensi memiliki penyakit diabetes," ujarnya.


Hal tersebut, kata Dokter Koko, diperburuk dengan kebiasaan olahraga rutin yang tidak dilakukan oleh semua orang, serta kecanggihan teknologi yang menyebabkan beberapa kalangan menjadi malas bergerak.

Selain itu, sambungnya, juga ditambah dengan penyakit diabetes bawaan genetik yang berasal dari keluarga yang memiliki riwayat penyakit diabetes.

Kebiasaan makan yang kurang baik, kata dia, juga berpengaruh dalam peningkatan potensi penyakit diabetes di Indonesia.

Baca Juga: Timnas Indonesia lolos ke Piala Asia U-23, Akmal Mahali : Erick Thohir sukses bangun tradisi juara

"Di Indonesia, sebagian orang merasa belum makan kalau bukan nasi, akhirnya makan nasi, lauk mi, dan kerupuk. Jadi serba karbo gula. Mulai dari gula kompleks pada nasi, mi, dan diperparah dengan minum teh manis," ucapnya.


Oleh karena itu, sebelumnya Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI Dante Saksono Harbuwono mengajak masyarakat untuk menjadi smart eater dengan cara memilah secara cerdas ragam makanan yang akan dikonsumsi guna mencegah dampak buruk obesitas.

"Yang diperlukan adalah mendidik masyarakat menjadi smart eater atau cerdas untuk makan. Jadi sebelum dia makan, sebelum beli makanan, dia baca dulu kalorinya berapa, sehingga bisa diperhitungkan dampaknya," kata Wamenkes (24/7).

Baca Juga: Tren positif Timnas Indonesia tak lepas dari peran Erick Thohir


Ia mengatakan, indeks masa tubuh pada anak dapat dihitung dengan rumus membagi berat badan (dalam kilogram) dengan tinggi badan (dalam meter kuadrat) untuk mengetahui status gizi yang didapat.

"Kalau indeks masa tubuh dia lebih dari 25, disebut obesitas, kalau 25 sampai 30, dia obesitas 1, dan lebih dari 30 termasuk obesitas 2," katanya.

Sedangkan pada dewasa, kata Wamenkes Dante, hal terpenting adalah mengukur lingkar perut. Pada laki-laki tidak boleh lebih dari 90 sentimeter dan perempuan 80 sentimeter.*

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Sumber: ANTARA

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X