Takut dan gentar. Pikirannya berkecamuk. Kusut akalnya. Di manakah sekarang?
Bagaimana pulang ke rumah?
Fara menangis. Wajar bagi seorang anak kecil.
Mungkin karena capek menangis, dia tertidur bersandarkan pohon.
Sementara karena belum pulang-pulang ke rumah, orangtua Fara kebingungan.
Dicari ke sana-kemari. Fara tidak ditemukan.
Tetapi, keesokan harinya, Fara diantar seorang penduduk desa ke rumahnya.
Saat penduduk desa itu menyusuri hutan, dia melihat anak kecil kebingungan. Fara ditolongnya.
Menurut penduduk desa itu, angkutan umum itu sudah teronggok di situ puluhan tahun.
Hingga tulang-tulang besi.
Dulu angkutan umum itu terperosok di situ saat mengangkut anak-anak sekolah untuk tamasya alam.
Benar-benar tak disangka. Anak-anak sekolah yang puluhan tahun di angkutan umum itu berasal dari sekolah Fara.
Ketika kabar ini sampai di sekolah, guru-guru yang sudah mengajar lama di sekolah, berkelebat kenangan masa silam. - Nama samaran. (Sepeeti dikisahkan Armawati di Koran Merapi) *