Kanjeng Sultan menatap lurus wanita yang wangi itu. Yang dipandang segera melepaskan pelukkannya, mengambil posisi berhadap-hadapan dengan priya kekasih hatinya.
GANDRIK. Kanjeng Sultan kaget, beliau tidak mengira kenapa kancing baju kebaya hijau yang dikenakan Wanita Ayu itu lepas semua, satu pun tidak ada yang masih nyanthel? Berkali-kali Kanjeng Sultan mengedip-ngedipkan matanya antara gemeter dan kepingin menyaksikan sesuatu yang indah di tubuh wanita pujaannya itu. Tapi tentu tidak etis bila hal ini dilakukannya dengan terang-terangan.
Kanjeng Sultan lalu beringsut pergi, alasannya ingin buang air kecil sebentar, "Ah, godaan itu betul-betul memusingkan kepalaku," gumamnya dalam kekaguman birahinya. Air di dalam goa yang sangat dingin itu setelah digunakan untuk bebersih ternyata seger banget. Bahkan enak juga untuk membasuh muka, telapak tangan, kaki, dan bagian tubuh yang lain serta mampu meredakan seluruh kemerindingan yang tadi mengusik-usik seluruh permukaan kulitnya.
"Dingin airnya ya, Kangmas?" tanya Kanjeng Ratu Kidul mendekati, melangkah perlahan.
"He.eh, Diajeng."
Tiba-tiba "Pet!" suasana dalam goa itu berubah menjadi peteng ndhedhet lagi. Siapapun tidak akan bisa melihat apa-apa di dalam goa itu. Kecuali hanya mendengar desah nafas berburu tanpa ada yang mengerti apa maksudnya.
Esuk paginya, Kanjeng Sultan Agung Hanyakrakusuma bangun tidur badannya terasa segar bugar, tidak perlu ngeluk geger karena memang tidak pegel ataupun tidak linu.
"Diajeng, kau mau mengantar ingsun pulang ke Kraton Mataram?" tanya Kanjeng Sultan.
Kanjeng Ratu Kidul itu tersenyum, "Sendika, Kangmas Prabu."
Mereka berduapun segera meninggalkan Goa Langse menuju ke Kerajaan Mataram.
***
Seluruh kawula di Mataram tidak ada yang mengerti kepulangan Kanjeng Sultan, tahu-tahu beliau sudah berada di Prabayeksan bersama Kanjeng Ratu Kidul.
"Kangmas Prabu, kedatanganku kemari telah diketahui oleh Juru Taman," kata Kanjeng Ratu Kidul.
"Oh. ya? Lalu bagaimana?"
"Tidak masalah. Jikapun dia mau lari menjauh toh aku bisa mengejar dan menangkapnya?"
"Diajeng menurutmu, Juru Taman harus dihukum apa? Diusir atau dibunuh?"
Kanjeng Ratu Kidul tersenyum, "Jangan dibunuh. Sebab dia itu tak akan pernah mati sebelum dunia ini berakhir."
"Ouw? Lalu?" (Akhiyadi)