PRABU WATUGUNUNG (1) - Merengek-rengek Terus karena Kelaparan

photo author
- Kamis, 19 Desember 2019 | 07:45 WIB

-

Watugunung seorang raja di Gilingwesi. Menurut riwayatnya, ia seorang putera, raja Prabu Palindriya, tetapi waktu ia masih dalam kandungan, ibunya, yang bernama Dewi Sinta, meninggalkan istana karena dimadu dengan saudaranya sendiri. Dalam perjalanan di tengah rimba, Dewi Sinta bersalin seorang anak laki-laki dan diberi nama Raden Wudug. Suatu kali waktu Raden Wudug masih kanak-kanak ia dimarahi oleh ibunya dan kepalanya dipukulnya dengan centong hingga luka. Berikut kisah Watugunung yang diambil dari Babad Tanah Jawi.

GERHANA bulan maupun gerhana matahari acap kali terjadi di kerajaan Gilingwesi, gempa mengguncang tujuh kali sehari, hujan deras dengan kilat halilintar bersautan, dan badai memporakporandakan segalanya. Rakyat hidup dalam suasana serba ketakutan karena bencana alam yang mengerikan. Prabu Watugunung sangat sedih hatinya menyaksikan penderitaan rakyatnya. Siang malam sang Nata berprihatin diri, berdoa dan mohon ampun kepada yang Maha Kuasa agar rakyatnya segera dibebaskan dari cobaanNya yang memilukan.

Siang itu Prabu Watugunung liyer-liyer terkantuk-kantuk karena semalaman hampir tidak memejamkan mata saking khusuknya beliau berdoa memohon pertolongan Yang Maha Kuasa agar negerinya segera terbebas dari bencana. Dengan ogah-ogahan Sang Prabu melepas kuluk mahkotanya, diletakkan di sampingnya, lalu beliau nglekar begitu saja meski bukan di tempat kebiasaannya beliau tidur.

Jegagik. Dewi Sinta istrinya kaget memandangi kepala sang Prabu yang tidak berkuluk, ternyata kepala itu pelang dan kayaknya bekas luka yang tidak ditumbuhi rambut.

“Maaf, Sinuwun Prabu. Apakah hamba diperkenankan jika menanyakan sesuatu?”, tanya Dewi Sinta sambil memandangi wajah suaminya.
“Boleh. Apa yang akan kamu tanyakan adinda?”
“Sejak kita menikah puluhan tahun silam dan telah dikaruniai beberapa orang anak baru kali ini aku melihat kepala Sinuwun Prabu itu pelang. Kenapa bisa pelang begitu?”.
“Hmmm… pelang di kepalaku? Tapi diajeng tidak kecewa kan dengan pelang tadi?”
“Tidak Sinuwun Prabu. Aku hanya bertanya saja kok”.

Prabu Watugunung tersenyum, sejenak dipandanginya wajah istrinya. Ia memang masih cantik meski sudah berkali-kali melahirkan anak-anaknya yang kini sudah menginjak dewasa.

“Begini, Diajeng. Waktu aku masih kanak-kanak dulu ibuku sedang menanak nasi di dapur. Karena kebelet kelaparan aku merengek-rengek minta makan. Ibuku sudah memegang enthong akan menyenduk nasi namun ternyata belum matang, masih jemek.
“Sabar ya, Nak. Nasinya belum matang, sebentar lagi ya!”, bujuk ibuku dengan kata-kata yang manis.(Akhiyadi)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: admin_merapi

Tags

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB
X