Wahyu Kliyu Jadi Ikon Budaya Jatipuro

photo author
- Senin, 16 September 2019 | 09:05 WIB

-
Warga Jatipuro berebut apem di Wahyu Kliyu. (Foto: Abdul Alim)

KARANGANYAR (MERAPI) - Upacara adat Wahyu Kliyu dari Dusun Kendal, Desa Jatipuro bertransformasi menjadi event budaya terbesar di wilayah Kecamatan Jatipuro. Seluruh potensi masyarakat di kecamatan itu tampil saat puncak acara bersih dusun.

Camat Jatipuro Eko Budi Hartoyo mengatakan, pengenalan Wahyu Kliyu ke luar Dusun Kendal ternyata sukses memantik respons positif masyatakat. Bersih dusun yang sebelumnya dirayakan hanya warga Dusun Kendal, kini diikuti seluruh masyarakat sekitarnya di Kecamatan Jatipuro. Bukan sekadar simbolisasi sebar apem, namun juga dimeriahkan pentas ketoprak, wayang kulit, campur sari dan kirab budaya. Keikutsertaan elemen masyarakat di tahun ini juga lebih banyak.

-

"Wahyu Kliyu itu bukan hal baru bagi warga Kendal. Mereka melakukan ritual bersih dusun itu sudah ratusan tahun. Namun sejak tiga tahun terakhir, kami membawanya keluar. Seluruh desa, institusi, UPT, PSHT, Banser maupun kelompok masyarakat se-kecamatan ikut nyengkuyung," katanya, Sabtu (14/9).

Event tahunan bertajuk 'Tradisi Menjawab Globalisasi' ini diawali persembahan Seniman Karanganyar (Sekar) Jatipuro yang berkolaborasi dengan PSHT di pentas ketoprak dan campursari pada Jumat (13/9). Dilanjutkan kirab budaya pada Sabtu. Upacara itu digelar tiap 14-15 muharam. Sekitar 1.500 peserta dan perwakilan dari 10 desa berjalan kaki mulai Dusun Kendal sampai halaman kantor kecamatan sejauh 500 meter. Mereka mengenakan pakaian adat dan kostum sesuai identitas kelompoknya. Menariknya, tiap kontingen membawa tampah berisi apem dan ubo rampe.

Sebelum apem disebar, pembawa acara meminta petugas membaca doa. Tak butuh waktu lama menghabiskan apem di satu gunungan induk dan enam gunungan anak. Beberapa warga nekat mengambil langsung di panggung sedangkan lainnya berharap lemparan apem mendarat di tangan. Selama sebaran apem, seluruhnya mengucap kata ‘wahyu kliyu’ secara berulang. Mereka tak hanya dari Jatipuro saja, melainkan juga warga Wonogiri yang tinggal di perbatasan antarkabupaten itu.
Seorang warga Jatipurwo, Jatipuro, Suyanti (40) mengaku meyakini upacara adat tersebut menolak bencana. Bersama dua anaknya, mereka memakan apem yang disebar.

"Makan apem biar sehat dan tidak terjadi bencana. Saya sudah sering ikut Wahyu Kliyu," katanya. (Lim)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: admin_merapi

Tags

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB
X