GUA GONG PACITAN, DULU ANGKER KINI JADI OBWIS ANDALAN (2) - Dihadang Bayangan Tinggi Besar

photo author
- Sabtu, 8 Juni 2019 | 10:10 WIB

-

PADA hari Minggu Pon, 5 Maret 1995 itu pula Wakino bersama dengan Suramin (54), seorang ketua RT yang bernama Paino (42), Suparni (38), Suyadi (39), seorang guru bernama Paino (30), Misno (29), dan Suyatno (15). Wakino berangkat lebih dulu untuk memastikan ketepatan lokasi gua karena pada masa itu lokasi di sekitar gua penuh dengan semak belukar dan hutan. Jadi lubang atau mulut gua tidak mudah dilihat begitu saja. Wakino masih ingat bahwa lokasi gua yang dimaksud dulunya dekat dengan pohon keluwih. Wakino mencoba melacaknya. Namun ternyata pohon keluwih yang dimaksud telah mati (kering).

Kepergian Wakino ke lokasi disusul Suramin. Keduanya kemudian mencoba membersihkan semak dan rerumputan di sekitar mulut gua. Kebetulan juga saat itu mulut gua juga tertutup batu, tanah, dan tumbuhan liar. Ketika usaha membersihkan mulut gua itu hampir selesai warga yang lain menyusul mereka sambil membawa tujuh buah lampu senter serta, satu buah kamera, dan dua buah lampu petromaks. Akhirnya mereka pun menyusuri gua itu dengan alat-alat yang telah disebutkan tadi.

Perasaan takut, berdebar-debar, dipenuhi bayangan imajinasi yang bersifat horor seperti melingkupi setiap tapak langkah mereka di dalam gua. Akan tetapi teman atau warga yang cukup banyak dan adanya lampu senter serta petromaks seperti saling menguatkan hati mereka. Tak henti-hentinya mereka berdoa di sepanjang penelusuran gua itu. Bisa dibayangkan betapa payah dan susahnya para perintis atau penemu gua tersebut di masa itu dimana jalan yang pasti belum ditemukan. Merekalah yang mencoba menemukan jalan yang dapat disusuri. Merekalah yang memetakannya. Wakino lah yang terus-menerus memompa semangat teman-temannya untuk terus maju, maju, dan maju menembus kegelapan dalam gua dan menyusuri lika-liku gua yang bila digambarkan seperti menyusuri labirin.

Suatu saat mereka dikejutkan oleh bayangan tinggi besar menghadang mereka. Dengan gemetaran mereka mencoba menyorotkan sinar lampu senter dan petromaks. Ternyata bayangan sosok tinggi besar tersebut adalah stalaktit yang telah menyambung dengan stalakmit yang kemudian membentuk tiang besar dan tampak seperti menyangga atap atau langit-langit gua.

Langkah tetap diteruskan. Setelah penyusuran di dalam gua dirasa usai mereka pun berbalik arah menuju pintu keluar. Akan tetapi lika-liku dan medan yang sulit di dalam gua menyebabkan mereka sempat tersesat atau kehilangan arah. Maklum mereka memasuki gua tanpa alat-alat modern seperti kompas, pelampung, helm, jam, tali-temali, dan lain-lain. Ketika kehilangan arah dan merasa diri hanya berkutat di tempat atau lokasi-lokasi yang tidak jelas dan terasa semakin menyesatkan itulah mereka sempat dilanda rasa was-was, panik, tegang, dan takut menjadi satu. Namun dengan berbagai upaya mereka akhirna menemukan sebuah lampu senter yang ditinggalkan sewaktu berangkat karena lampu baterainya putus. Berdasarkan lampu senter yang ditinggalkan itulah mereka kemudian yakin bahwa jalan yang yang ditempuh untuk menuju mulut gua tidak keliru. Akhirnya mereka pun bisa keluar dari gua dengan selamat.

Cerita tentang keangkeran gua yang kemudian dikenal bernama Gua Gong itu sesungguhnya telah ada di Dusun Pule sejak zaman dulu kala. Menurut nenek moyang warga Dusun Pule sejak di masa lalu sudah sering terdengar gamelan yang bila ditelisik sumbernya berasal dari lokasi Gua Gong tersebut. Selain suara gamelan juga sering pula terdengar suara rebana atau orang Jawa mengatakan sebagai suara orang terbangan. Pada waktu yang lain justru terdengar suara seperti tangisan orang yang memilukan. Kadang-kadang juga terdengar suara gamelan reog. Leluhur di Dusun Pule mengatakan bahwa gua yang kemudian dikenal dengan nama Gua Gong itu sering mengeluarkan bunyi gong-gongan (seperti bunyi gong bertalu-talu).

Berdasarkan hal-hal seperti itulah Wakino mengusulkan agar gua yang baru saja mereka susuri itu diberi nama Gua Gong. Alasan lainnya adalah karena keindahannya sangat menakjubkan karenanya diharapkan Gua Gong menjadi gong-nya semua gua yang ada. Menjadi gong berarti menjadi semacam yang paling unggul di antara semua gong. Berawal dari itu pulalah gema atau gaung penemuan Gua Gong menjadi semakin menggema. (Albes Sartono)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: admin_merapi

Tags

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB
X