BEBERAPA kali VOC dan Paku Buwono I dikecoh Amangkurat III, maka Paku Buwono I lantas menulis surat langsung kepada pimpinan VOC di Batavia. Isinya sangat menyayangkan, dan menyangkal ceritera Amangkurat III bahwa puska-pusaka ageng Kartasura telah diberikan kepada VOC. Mungkin karena putus asa Paku Buwono I lantas mencari simbol-simbol legitimasi lain untuk memperkuat keabsahannya sebagai raja yang memerintah. Apa simbol-simbol legitimasi lain itu?
Dalam Babad Tanah Jawi dikisahkan, begitu Amangkurat III dibawa ke Sri Lanka, Paku Buwono I sempat memberitahu VOC bahwa pusaka-pusaka yang diminta tiga macam saja dari pusaka ageng yang dibawa Amangkurat III.
Karena jumeneng-nya Paku Buwono I atas dukungan VOC, maka VOC harus meminta dengan paksa pusaka-puaka tersebut. Dengan demikian adanya pusaka-pusaka ageng, tersebut sangat dibutuhkan oleh Paku Buwono I guna memperkuat legitimasi penobatannya.
Amangkurat III menyerahkan beberapa peti yang katanya berisi pusaka-pusaka keraton Kartasura kepada VOC, dan langsung diberikan kepada Paku Buwono I.
Namun ternyata peti-peti yang berisi pusaka dari Amangkurat III, membuat kecewa Paku Buwono I karena tidak memuaskan. Tiga pusaka ageng yang dibutuhkan tidak ada dalam peti, hanya beberapa pusaka yang ada dan itu pun menurutnya tidak asli. VOC menjanjikan lagi kepada Paku Buwono I, dan akan mengusahakan untuk mendapatkan pusaka yang dimaksud. Menurut VOC, semua peristiwa buka salahnya, karena memang para pejabat VOC tidak tahu tentang pusaka. Dlain pihak Amangkurat III bersikukuh, bahwa semua pusaka yang dibawanya telah diserahkan kepada VOC. Pernyataan Amangkurat III tidak dipercaya oleh VOC, sekali lagi dimintanya secara paksa apabila memang masih ada pusaka yang dibawanya. VOC berhasil menyita beberapa keris dan tombak sisa-sisa yang dibawa Amangkurat III, namun lagi-lagi pusaka ageng yang dibutuhkan Paku Buwono I tidak ada di antara keris dan tombak tersebut.
Paku Buwono I lantas menulis surat kepada VOC, isinya sangat menyayangkan dan kecewa kenapa beberapa kali dikecoh
oleh Amangkurat III. Keinginan Paku Buwono I untuk mendapatkan kembali pusaka-pusaka ageng tersebut, terutama jas Kyai Gundhil, tombak Kyai Barukuping, keris Kyai Balabar dan plan kud Kyai Berkat.
Dalam keputusasaannya, Paku Buwono I lantas mencari simbol-simbol legiimasi lain guna memperkuat kedudukannya sebagai raja. Di anranya adalah selalu melakukan ritual cukur gundhul kepalanya, dimana pada pencukuran pertamkali dibunyikan tiga kali meriam Kyai Guntur Geni. Semua rakyat juga diperintahkan untuk cukur gundhul, untuk pangeran bisa memilih dan hanya putera mahkota yang tidak melakukan karena alasan sering sakit kepala. Paku Buwono I wafat tahun 1719, beberapa ritual yang dilakukan guna legitimasi kedudukan raja adalah memakai kuluk atau semacam mahkota.(Ki Sabdo Dadi)
.