-
Ki Petungmlarat atau Ki Cakrajaya kagum mengetahui kesaktian orang asing yang mampir ke rumahnya karena bisa mengubah nira menjadi sebungkah emas. Pada kesemapatan lain, dan itu yang ditunggu-tuggu, Ki Cakrajaya dapat bertemu dengan orang asing iru. Ternyata dia tengah berkelana untuk menyebarkan agama Islam.
KI CAKRAJAYA kemudian menyampaikan niat dan keinginannya untuk bisa berguru dan menimba ilmu agama kepada Sunan Kalijaga. Mendengar niat yang tulus dari Ki Cakrajaya, Sunan Kalijaga bersedia menerimanya sebagai muridnya.
Di tengah pengembaraannya untuk menyebarkan agama Islam, pada suatu hari Sunan Kalijaga bermaksud akan menunaikan sembahyang ke Mekah. Dia meminta Ki Cakrajaya untuk menunggu di suatu tempat yang ditandai dengan tancapan tongkat bambunya. Cakrajaya sendika dhawuh, dan dengan taat dan setia menunggu di tempat itu dengan patuhnya.
Konon, Ki Cakrajaya ditinggal Sunan Kalijaga selama tujuh belas tahun. Begitu lamanya menunggu, tongkat bambu itu tumbuh dan berkembang menjadi hutan bambu yang cukup lebat, menutupi tempat Ki Cakrajaya duduk bersila menunggu kembalinya sang guru. Ketika Sunan Kalijaga kembali ke tempat itu yang sudah berubah menjadi hutan bamboo, Ki Cakrajaya sulit ditemukan. Agar mudah mencari murid setianya itu, Sunan Kalijaga membakar hutan bambu dan tampaklah Ki Cakrajaya di tengah abu rumpun bambu. Dia tidak mati tetapi badannya geseng (hangus). Dan sejak saat itu, Sunan Kalijaga memanggil Ki Cakrajaya dengan sebutan Geseng.
-
MERAPI-PRAMONO
Tanda masuk makam
Menurut ceritera legenda versi Purworejo, tempat penantian itu di desa Megulung, di daerah Bagelen. Tetapi menurut legenda versi Yogyakarta, tempat itu ada di desa Muladan yang terletak di Dlingo, Bantul. Nama itu berasal dari kata “mulad-mulad”, artinya api yang berkobar. Dari desa itu Geseng diajak melanjutkan perjalanan ke arah timur. Di suatu tempat, Sunan Kalijaga menancapkan tongkatnya dan menyembullah mataair. Luapan air dari mata air itu berubah menjadi sebuah sendhang, dimana Geseng mandi membersihkan badannya setelah hangus terbakar. Tempat itu kini bernama Sendang Banyuurip, dan sungai tempat mandi Geseng adalah Kedung Pucung. Desa dimana Geseng mulai nyantri dan mengaji kini disebut Ngajen. Desa-desa ini juga berada di wilayah Dlingo, Bantul.
Tetapi, menurut ceritera legenda versi juru kunci makam Sunan Geseng di Tirto, Mochammad Abdurrohim, 33 tahun, Ki Cakrajaya mengikuti Sunan Kalijaga sampai ke Demak. Ketika para wali mendirikan masjid Demak, Sunan Kalijaga menyumbangkan sebuah ‘saka guru’ (tiang utama) yang dibuat dari tatal (sisa-sisa kayu). (Amat Sukandar/Jbo)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Editor: admin_merapi