KETIKA MAJAPAHIT MULAI SURUT (9) - Hubungan Demak-Majapahit Ricuh

photo author
- Sabtu, 8 September 2018 | 21:11 WIB

-
Pada masa pemerintahan Prabhu Brawijaya, perekonomian Majapahit mengalami kemajuan pecat. Banyak etnis Tionghoa menjadi pelaku pasar. Kemudian muncul ketidakpuasan dari berbagai daerah. Dalam sebuah pisowanan agung Ki Ageng Kutu menggelar kesenian seni disebut Reog Ponorogo. TARIAN yang mengandung nilai sindiran itu dimainkan dengan menggunakan piranti bernama Dhadhak Merak. Yaitu sebuah piranti berupa duplikat kepala harimau dengan hiasan bulu-bulu burung merak diatasnya. Dhadhak Merak ini dimainkan oleh satu orang pemain, dengan diiringi oleh para prajurit yang bertingkah polah menarik dan kebanci-bancian. Ditambah satu tokoh bernama Pujangganom dan satu orang Jathilan. Pujangganom tampak menari-nari acuh tak acuh, sedangkan Jathilan melompat-lompat seperti orang gila. Sang Prabhu terkesan atas tarian baru ini. Manakala beliau menanyakan makna dari suguhan tarian tersebut, Ki Ageng Kutu yang terkenal berani tanpa sungkan-sungkan menjelaskan, bahwa Dhadhak Merak adalah simbol dari Kerajaan Majapahit sendiri. Kepala harimau adalah simbol Sang Prabhu, bulu-bulu merak yang indah adalah simbol para permaisuri yang terkenal sangat cantik. Pasukan banci adalah pasukan Majapahit. Pujangganom adalah simbol dari pejabat teras dan jathilan adalah simbol dari pejabat daerah. Dengan kata lain, Ki Ageng Kutu atau Adipati Wengker ini memperingatkan agar Prabhu Brawijaya berhati-hati dalam menggelar pemerintahannya. Pada masa itu perselisihan di lingkungan Majapahit memuncak. Ketika Raden Patah berkunjung ke Majapahit, Prabhu Brawijaya merasa bahagia melihat putranya telah menjadi dewasa. Permintaan putranya untuk mendirikan kerajaan di Jawa Tengah utara disetujui. Kerajaan itu kemudian diberi nama Demak Bintara, merupakan daerah otonom berbasiskan Islam.
-
Kraton Kasultanan Mataram Islam, masih berdarah Majapahit. Dalam perkembangannya, terjadi perselisihan antara Demak Bintara dan Majapahit. Puncaknya terjadi peperangan. Demak Bintara dipimpin oleh Sunan Ngundung, sedangkan senopati Majapahit adalah Arya Lembu Pangarsa. Perang yang berkepanjangan itu membuat Prabhu Brawijaya harus menyingkir ke timur. Beliau lalu membuat pertahanan di Blambangan. Namun kemudian terjadi pendekatan, Demak mengutus Sunan Kalijaga untuk berembug dengan Prabhu Brawijaya di Blambangan. Alhasil Prabhu Hayamwuruk bersedia kembali ke Trowulan dan kemudian bersedia memeluk Islam. Perpisahan Prabhu Brawijaya dengan para pengikutnya yang tetap setia menganut kepercayaan lama berlangsung mengharukan. (dari berbagai sumber)- (JB Santoso)  

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: admin_merapi

Tags

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB
X