-
Perdagangan batik tak pernah kenal surut. BATIK harus benar-benar kita lestarikan. Pengalaman yang lalu-lalu menunjukkan pelestarian berbagai peninggalan masa lampau hampir selalu terabaikan karena masalah dana. Nah, mulailah membuka mata, perjuangan keras agar batik tidak diklaim negara lain sudah berhasil, kini upaya pelestarian harus benar-benar dipikirkan. Syukurlah semangat untuk melestarikan tidak pernah ada kata padam. Setelah terjadi kebakaran sekitar setahun lalu, kini banyak pedagang Pasar Klewer kembali berdagang di kiosnya, setelah pasar kain terbesar di Surakarta itu rampung direnovasi belum lama. Namun baru separuh pedagang yang bisa ditampung, separuh lainnya masih ditempatkan di kios-kios sementara di Alun-alun Utara. Nurul Latifah, pemiliki kios batik Ojo Ngiro di lantai dua Pasar Klewer kepada Merapi mengatakan, dari ketiga macam jenis baik yang dijual di kiosnya, masing-masing memiliki pangsa tersendiri. “Untuk batik printing umumnya dibeli oleh masyarakat umum karena harganya terjangkau. Pembelinya, selain warga lokal kebanyakan adalah wisatawan domestik,” katanya. Bagaimana dengan kain batik cap? “Batik printing dan cap juga disuka masyarakat umum. Tapi juga banyak dibeli para perancang busana dan butik-butik. Sedangkan batik tulis, lebih lagi yang berkelas, umumnya dibeli para pejabat. Kolektor juga suka memburunya, terlebih bila muncul motif dan corak terbaru. Harga batik tulis berkualitas mencapai jutaan rupiah. Bahkan ada yang puluhan juta rupiah,” tandasnya. Bagaimana perbendaan antar batik tulis gaya Surakarta dan Yogyakarta menurut Nurul Latifah? “Batik tulis Solo kaya akan motif dan corak, sementara batik Yogya kurang bervariasi. (Jbo)