SYIAR ISLAM KI AGENG MAKUKUHAN (SUNAN KEDU) (4) - Diikuti Bah Beo dan Bah Gedruk

photo author
- Senin, 6 Agustus 2018 | 06:11 WIB

-
MERAPI-AMAT SUKANDAR
Makam Bah Beo dan Bah Gedruk masih dirawat. Keempat orang itu melanjutkan perjalanan dengan mengendarai kuda. Jubah Wulung yang tidak lain adalah Sunan Kalijaga berada di paling depan dengan menaiki kuda hitam, Jaka Teguh kudanya berwarna merah. Mereka berkuda dan tampak sangat gagah, karena wajah Jaka Teguh memang tampan. JAKA TEGUH tidak tahu, tempat mana yang akan dituju. Akhirnya mereka tiba di daerah Bagelen, Purworejo. Di tempat ini ada dua tokoh bernama Wongso Menggolo dan Ki Ageng Geseng. Di padepokan Bagelen ini Joko Teguh diajak bermusyawarah dengan Wongso Menggolo dan Ki Ageng Geseng. Mereka membicarakan rencana yang akan dilaksanakan dalam syi’ar agama Islam di Tanah Jawa. Sepertinya, pertemuan itu sudah dirancang oleh Sunan Kalijaga. Pertemuan ini menghasilkan keputusan yaitu, Wongso Menggolo menjadi nukibah (ulama) di Bagelen, Ki Ageng Geseng menjadi nukibah di Loano dan sekaligus menjadi imam dengan sebutan Sunan Geseng. Dan Jaka Teguh menjadi nukibah di Kedu dan bergelar Ki Ageng Kedu atau Syeh Maulana Taqwim. Setelah berbagi tugas itu, Sunan Kalijaga berpamitan kepada mereka untuk melanjutkan perjalanan. Dalam pertemuan ini, Kanjeng Sunan Kalijaga memberikan petunjuk, dalam melaksanakan syi’ar agama Islam dengan mengajarkan cara bercocok tanam terlebih dahulu. Karena kala itu masih banyak orang yang memeluk agama lama yaitu agama Hindu dan agama Budha. Dan masih banyak lagi petunjuk Sunan Kalijaga kepada Jaka Teguh. Dengan petunjuk-petunjuk Sunan Kalijaga ini, Jaka Teguh semakin mantap hatinya. Ki Ageng Kedu berangkat menuju ke wilayah Kedu diikuti Bah Beo dan Bah Gedruk. Mereka bertiga mengendarai kuda. Sampai di desa Bengkal mereka beristirahat. Tiba-tiba di kejauhan tampak seorang pemuda mengendarai kuda yang larinya sangat cepat. Ketika pemuda itu sampai di tempat mereka beristirahat, Bah Gedruk mencoba menghentikannya. Namun, pemuda itu tampak tidak mempedulikan keinginan Bah Gedruk, bahkan memacu kudanya. Sikap pemuda itu sombong, tidak mempunyai tata krama. Ketika melewati tempat ketiga orang yang sedang beristirahat itu, kudanya dipacu sehingga debu-debu beterbangan mengotori dahi dan muka mereka bertiga. Ki Ageng Kedu hanya tersenyum. Dia berniat untuk membuat malu pemuda itu dan membaca mantra. Terkena daya mantranya, kuda yang dikendarai pemuda itu yang semula ke arah barat, berbalik ke arah timur di luar kendalinya. Setibanya di hadapan Ki Ageng Kedu, kuda itu berhenti tanpa ditarik kendalinya. Si pemuda itu merasa heran atas kejadian ini. Dia turun dari kuda dengan wajah kemerahan karena merasa malu. Ki Ageng Kedu bertanya, “Kamu itu siapa, asalmu dari mana dan ada keperluan apa? Naik kuda larinya seperti angin”. (Amat Sukandar/Jbo)  

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: admin_merapi

Tags

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB
X