-
AGAK lama Inem mengamati apa yang ia dengar di balik pintu kamar Hendri. Takut terjadi apa-apa, Inem pun memutuskan untuk memberitahu pada Bu Dirga.
"Nyuwun pangapunten, Ibu....Mas Hendri...anu," kata Inem, bingung apa yang mau disampaikan.
"Ada apa dengan Hendri?" tanya Bu Dirga.
Inem hanya diam saja sambil menundukkan kepalanya. Tidak sabar dengan jawaban Inem, Bu Dirga pun segera berlari menuju ke kamar Hendri, yang diikuti Inem di belakangnya.
Betapa kagetnya Bu Dirga, saat membuka pintu kamar dan melihat kondisi Dirga saat itu. Seketika Bu Dirga memahami, anak laki-lakinya itu tengah menderita yang luar biasa diakibatkan oleh kecanduan barang haram.
Ia pernah menyaksikan hal serupa dalam cerita sinetron. Sekarang situasnya bukan di layar televisi, namun di depan matanya sendiri. Dan itu terjadi pada anaknya sendiri pula.
"Hendri sayang...mengapa jadi begini," kata Bu Dirga sambil memeluk Hendri.
Tapi akal sehat Bu Dirga masih berjalan, sehingga dengan sigap ia menghubungi dokter yang biasa menangani keluarganya. Pak Dirga juga dihubungi, dan diminta untuk segera pulang.
Tak dipungkiri, dalam hati Pak Dirga sebenarnya galau luar biasa, begitu melihat Hendri dalam kondisi sakau. Namun secara lahir, Pak Dirga mencoba untuk memperlihatkan ketenangan.
"Sabar Bu, Hendri pasti akan baik-baik saja. Ia sudah ditangani oleh dokter. Sekarang kita berdoa saja untuk keselamatan anak kita," kata Pak Dirga, mencoba menenangkan istrinya.
Setelah mendapat penanganan awal dari dr Kirman (bukan nama sebenarnya), Hendri pun sudah mulai membaik. Meski demikian, perasaan Bu Dirga sebagai seorang ibu tetap belum bisa tenang.
"Bagaimana dengan kondisi Hendri, Dok?" tanya Bu Dirga tidak sabar.
"Sudah bagus Bu Dirga. Beruntung belum terlambat, sehingga Hendri masih bisa diselamatkan," kata dr Kirman.
"Apakah perlu direhabilitasi, Dok?" tanya Bu Dirga lagi, yang sangat cemas seandainya Hendri sudah mengalami ketergantungan dan harus dilakukan rehabilitrasi.
"Kita coba dilakukan rawat jalan dulu, tapi Hendri harus benar-benar istirahat di rumah," terang dr Kirman.
Lega rasanya Bu Dirga mendengar penjelasan dr Kirman. Sementara Pak Dirga yang kelihatan tenang, sebenarnya menyimpan rasa penyesalan mendalam. Ia baru menyadari, selama ini telah abai terhadap keluarganya, sehingga berdampak kurang baik bagi sang anak. (Bersambung)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Editor: admin_merapi