HIDAYAH - Dizalimi Saudara Sendiri

photo author
- Jumat, 29 Juni 2018 | 10:00 WIB

-
NARTO (nama samaran) termangu memikirkan masibnya. Ia merasa selama ini hidupnya kurang beruntung. Sampai usia kepala empat, dengan dua anak yang mulai besar dan membutuhkan banyak biaya untuk pendidikan, keadaan ekonominya masih sulit. Urusan utang seakan tak pernah bisa selesai, bahkan kian hari semakin tambah banyak. Berbeda dengan saudara-saudaranya, yang secara ekonomi sudah mapan. Narto memiliki empat saudara, dua laki-laki dan dua perempuan. Tiga saudaranya hidup berlimpah harta, sedang satu saudaranya memang tidak kaya raya. Namun setidaknya saudaranya tersebut sudah hidup tidak kekurangan. Statusnya memang PNS golongan II, namun ternyata kebutuhan yang harus dipenuhi Narto lebih tinggi dari gaji yang didapatnya. Istrinya tinggal di rumah sebagai ibu rumah tangga, sementara dua anaknya membutuhkan biaya sekolah yang tidak sedikit. Sesungguhnya Narto tidak menyesal nasibnya. Ia hanya membayangkan, betapa enaknya jika hidup tanpa memikirkan masalah utang. Ia juga tak pernah merasa iri dengan kehidupan saudara-saudaranya, yang jauh lebih sejahtera secara ekonomi. Begitu pula saat dirinya tidak diberi bagian warisan oleh kakaknya yang lebih berkuasa, Narto tak pernah mempersoalkan. "Nar, tanah warisan bapak sudah saya jual. Tapi saya sedang butuh uang banyak, untuk mengembangkan usaha saya. Jadi mohon dimaklumi tidak saya bagi. Nanti kalau usaha saya berhasil, bagianmu saya berikan," kata kakak Narto, Kirno - bukan nama sebenarnya. Kata-kata kakaknya itu masih terngiang-ngiang di telinga narto. Namun sepuluh tahun setelah kejadian itu, saat sekarang kehidupan kakaknya bermewah-mewah, tak pernah ada realisasi seperti yang dijanjikan. Narto juga tahu, bahwa saat itu sebenarnya saudaranya yang lain diberi bagian hasil penjualan tanah warisan. Sementara dirinya, mungkin sekadar untuk menutup kecewa, hanya diberi Rp 5 juta. Padahal hasil penjualannnya mencapai angka ratusan juta. Sekarang Narto sedang pusing memikirkan kebutuhan yang harus diselesaikan. Anaknya yang besar sudah lulus SMA dan sudah diterima di sebuah perguruan tinggi. Sedang adiknya baru lulus SMP dan akan masuk SMA. Keduanya tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sementara kondisi keuangannya masih minus. "Bapak sebaiknya bicara baik-baik dengan Pakde Kirno, minta pertimbangan untuk mengatasi dana pendidikan anak-anak," kata istri Narto. Saran istrinya itu sempat masuk dalam pemikiran Narto. Namun setelah dipertimbangkan lebih mendalam, Narto mengesampingkannya. Ia tahu betul karakter kakaknya itu, sehingga daripada nanti dipermalukan lebih baik tidak usah dilakukan. (Bersambung)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: admin_merapi

Tags

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB
X