-
Nisan Kyai dan Nyai Wongsopati dibalut batu halus. MENURUT pengakuan orang-orang yang mencoba berniat di Dusun Klero, mereka merasa seperti melihat kelir atau tabir yang menutupi jalan menuju Klero. Dengan demikian, mereka tidak bisa masuk ke dusun itu. Hingga kini berlaku kebiasaan setempat bahwa setiap kali selesai salat Idul Fitri warga berziarah ke kompleks makam Klero. Masing-masing akan mendoakan arwah leluhurnya. Mereka bahkan merpakan warga di luar Dusun Klero. Nisan Kyai Wongsopati dan istrinya berada dalam cungkup yang tidak diberi atap untuk membuat suasana makam lebih terang. Luasnya sekitar 20 meter persegi. Sedangkan luas kompleks makam Kyai Wongsopati sekitar 7.500 meter persegi. Panjang nisan Kyai Wongsopati sekitar 1,3 meter, lebar 40 Cm, dan tinggi hingga kepala jirat sekitar 40 Cm. Ukuran nisan Kyai Wongsopati relatif sama dengan nisan Nyai Wongsopati. Kedua nisan ini terbuat dari batu andesit (kali). Nisan tokoh ini terbuat dari batu cendani, yakni jenis batu yang bertekstur unik. Batu jenis ini kelihatan memancarkan sinar pada keseluruhan permukaan batuannya. Sinar tersebut memantul dari butiran-butiran semacam pasir yang menyatu membentuk keseluruhan batuan. Sayangnya batu cendani ini sekarang tidak menampakkan kemilau kemerlipnya sinar karena butiran pasir yang dapat memantulkan cahaya dalam batuan itu telah terkikis oleh cuaca. Kyai Wongsopati sendiri meninggal pada kisaran tahun 1680. Selain diziarahi secara beramai-ramai setiap habis shalat Idul Fitri, makam ini juga sering diziarahi pada hari Jumat. Niatan orang berziarah pun bermacam-macam. Namun dianjurkan untuk berdoa jika berziarah di tempat ini dan mendoakan para arwah yang sumare di makam ini. Tidak ada syarat apa pun untuk menziarahi makam ini kecuali niat dan perbuatan yang baik. (Albes Sartono/Jbo)