KENALKAN BUDAYA LOMPAT BATU DARI NIAS - “Hombo Batu” Ajarkan Semangat Meraih Cita-cita

photo author
- Senin, 21 Mei 2018 | 10:03 WIB

-
MERAPI-SULISTYANTO
Mahasiswa anggota IKN Yogyakarta saat atraksi lompat batu. IKATAN Keluarga Nias (IKN) Yogyakarta menggelar seminar bertempat di salah satu hotel kawasan Jalan Babarsari Sleman, akhir pekan lalu. Usai sarasehan dilanjutkan gelar budaya Nias seperti wujud tari-tarian dan hombo batu atau melompat batu di halaman hotel setempat. Kegiatan budaya melompat batu dari Nias itu mengajarkan semangat meraih cita-cita. Selain peserta seminar, sebagian tamu hotel dan warga yang melintas di jalan tertarik untuk melihat atraksi lompat batu sebagai salah satu budaya khas Kepulauan Nias. Alhasil, gelar budaya tersebut menjadi kegiatan tontonan yang menghibur sekaligus untuk ngabuburit atau menunggu datangnya tanda buka puasa, mulai dari anak-anak sampai dewasa. Menurut Ketua Panitia Seminar dan Gelar Budaya Nias, Jaya Mendrofa, sudah menjadi kebiasaan IKN Yogyakarta usai menggelar kegiatan penting yang dilanjutkan dengan gelar budaya. Salah satu yang menarik, yakni lompat batu. Lantaran lebih bersifat hiburan sehingga tak menggunakan tumpukan batu asli, namun papan kayu dengan ketinggian sekitar 210 centimeter. “Ada tiga peloncat, semuanya masih kuliah di Yogya. Latihan meloncatnya rata-rata sudah sejak umur tujuh sampai sepuluh tahun,” jelas Jaya kepada Merapi. Selain sebagai olahraga tradisional Suku Nias, sebutnya, hombo batu juga mampu mengajarkan semangat dalam menggapai cita-cita. Ketika gagal melompati, tak boleh putus asa dan perlu terus dicoba sampai berhasil. Ketinggian batu biasanya disesuaikan. Apalagi ketika masih anak-anak atau saat berlatih. Ketinggian batu yang digunakan biasanya antara 210 sampai 250 centimeter. Tak jarang bagi yang sudah piawa, bisa melompat di atas batu yang terdapat satu hingga dua orang tiduran telungkup. Terutama di Suku Nias, lelaki akan menjalani hombo batu atau melompati batu tersebut agar mendapat status kedewasaan mereka. Pada prosesi itu para pelompat mengenakan busana pejuang Nias sebagai penanda bahwa mereka telah siap bertempur dan memikul tanggung jawab sebagai laki-laki dewasa. Panitia lainnya, Eluaha Lahagu menjelaskan, pada gelar budaya tersebut ditampilkan juga jenis tarian Fameafo atau tari pemberian sirih, yakni sebagai simbol penghargaan kepada tamu-tamu. Selain itu ada tari Maena yang dapat diikuti segenap yang hadir, antara lain sebagai simbol rasa kebersamaan. Peserta seminar sendiri termasuk panitia ada 170 orang. “Kalau jumlah total anggota IKN di Yogyakarta antara 500 sampai 700 orang,” paparnya. Saat pembukaan seminar, imbuh Eluaha, ditampilkan juga tarian Bolanafo. Menurutnya kebetulan di IKN Yogyakarta memiliki grup seni-budaya, sehingga cukup mudah koordinasinya seperti untuk menyemarakkan suatu acara atau even penting. Dengan penampilan seni budaya ini diharapkan juga lebih mengenalkan potensi wisata dan budaya Kepulauan Nias. (Yan)  

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: admin_merapi

Tags

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB
X