SYIAR ISLAM KI AGENG MAKUKUHAN (SUNAN KEDU) (6) - Salat Dhuhur Setelah Bertani

photo author
- Sabtu, 14 April 2018 | 08:51 WIB

-
Setelah membagi tugas, Ki Ageng Kedu berpamitan untuk pulang ke Argaluwih, padepokan ayah mertuanya Syeh Maulana Gharibi. Tiba di padepokan, Ki Ageng Kedu merasa terkejut. Di halaman padepokan dia melihat seorang wanita sedang menuntun anak kecil yang tak lain adalah anaknya. PADEPOKAN Argaluwih menyelenggarakan acara khataman setiap bulan. Di tengah suasana acara khataman, di balai padepokan tampak Syeh Maulana Gharibi, Ki Ageng Kedu, Sri Lintang Kedhaton dan anaknya yang bernama Qosim Abdullah sedang duduk bersama. Mereka berembug membicarakan tentang rencana Qosim Abdullah yang akan dipondokkan di Gunung Jati, Cirebon. Satu setengah tahun lamanya Ki Ageng Kedu di padepokan Argaluwih. Teringat akan tugas sucinya, Ki Ageng Kedu mohon izjin kepada isterinya, Sri Lintang Kedhaton (Siti Syarifah Ambariyah) untuk melanjutkan tugas suci dari Sunan Kalijaga. Di lereng Sindoro sisi barat ada sebuah desa bernama Garung. Kala itu, di sekitar desa berupa hutan belantara. Warga desa belum memiliki ketrampilan bertani. Untuk mencukupi pangan, mereka berburu ke hutan yang kala itu masih banyak hewan dan tumbuh-tumbuhan yang bisa dimakan. Ki Ageng Kedu melihat, desa ini sebetulnya sangat cocok untuk menanam padi. Karena tanah vulkanis di lereng gunung Sindoro ini sangat subur dan banyak mata air yang mengalir tiada henti sepanjang tahun. Ki Ageng Kedu menyampaikan keinginannya kepada warga desa Garung, agar mereka mau bertani. Warga Garung lalu bergotong-royong membuka hutan, membuat sawah dan tegalan. Kala itu, warga desa Garung banyak yang memeluk agama Hindu dan agama Buddha. Mereka belum tahu sama sekali tentang agama Islam. Dalam melaksanakan syiar agama Islam, Ki Ageng Kedu menerapkan petunjuk Sunan Kalijaga dengan diawali mengajarkan kepada mereka cara bercocok tanam. Pekerjaan membuka hutan dan menanam padi untuk pertama kalinya merupakan pekerjaan yang tidak ringan.
-
MERAPI-AMAT SUKANDAR
Ritual Umbul Donga petani tembakau di Pagergunung. Ketika orang-orang desa Garung sedang beristirahat melepas lelah, Ki Ageng Kedu memanfaatkan kesempatan itu. Ki Ageng Kedu mendekati salah seorang di antara mereka, dengan wajah ramah bertanya, “Paman, tunjukkan kepada saya, di mana ada sumber air yang jernih”. Orang itu menjawab, “Agak jauh dari tempat ini ada pancuran air yang jernih airnya. Mari saya antarkan Ki Ageng”. Dengan diikuti bebeapa orang, Ki Ageng Kedu pergi mencari sumber air itu. Tiba di sumber yang airnya jernih, Ki Ageng Kedu berwudu. Dia melakukannya dengan tenang, dengan harapan agar apa yang dilakukannya itu diperhatikan oleh orang-orang yang mengantarkannya. Selesai berwudu, Ki Ageng Kedu kembali ke tempat semula. Ki Ageng Kedu bertanya, di mana arah ke barat. Hampir bersamaan mereka menjawab sambil menunjuk ke arah barat. Ki Ageng Kedu perlahan melepas jubahnya dan digelar di depan tempat berdiri dan melaksanakan salat Dhuhur. Orang-orang berada di sekitarnya memperhatikan apa yang sedang dilakukan Ki Ageng Kedu. Banyak yang heran, Ki Ageng Kedu sedang melakukan apa. (Amat Sukandar/Jbo)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: admin_merapi

Tags

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB
X