Menjadi Budak Nafsu

photo author
- Jumat, 19 Januari 2018 | 23:03 WIB
Menjadi Budak Nafsu
Menjadi Budak Nafsu

-
Menjadi Budak Nafsu

SEBAGAI seorang istri, batin Lastri tak bisa dibohongi. Ibu rumah tangga yang sederhana ini mulai mengendus ada sesuatu yang tidak beres pada diri Karman. Beberapa kali suaminya terlihat bertingkah serba salah di depannya dan sedikit-sedikit mudah tersulut emosinya. Begitu pula dengan waktu di rumah yang semakin jarang, karena berbagai alasan yang selalu saja ada.

"Mah, nanti habis dari kantor saya ada urusan penting dengan teman-teman, jadi mungkin pulang sampai malam," kata Karman saat berpamitan mau berangkat kerja.

"Teman yang mana Pah, perasaan kemarin baru saja ada rapat sampai larut malam," tanya Lastri memancing pembicaraan lebih jauh.

"Teman Papah kan banyak, masak harus saya jelaskan satu satu. Sudahlah, nanti Papah terlambat," ketus Karman sambil bergegas pergi.

Ada perasaan masgul dalam diri Lastri, tapi dia tidak ingin berprasangka buruk terlebih dulu pada suaminya. Dia mencoba untuk memahami pola kerja suaminya di sebuah bank ternama, tentu membutuhkan intensitas yang tinggi. Tak pernah lupa pula, Lastri senantiasa mendoakan agar suaminya diberi kemudahan dan petunjuk tetap berada di jalan yang lurus.

Tak terbayangkan sama sekali oleh Lastri, kalau suaminya ternyata tengah mendua. Sita yang semula ngekos di rumah Pak Gondo, diminta Karman untuk pindah tempat kos. Ini dilakukannya agar dia bisa lebih bebas untuk menemui gadis pujaannya itu. Karena itu, jika Karman bergegas berangkat pagi-pagi, sesungguhnya agar ia bisa mampir dulu di tempat kos Sita untuk sekadar menjenguk dan berasyik mesra sejenak.

Sesungguhnya tidak ada niatan dari Karman untuk menikahi Sita, karena dalam hati kecilnya masih berat untuk meninggalkan Lastri beserta dua anaknya. Hubungannya dengan Sita lebih banyak didasari oleh nafsu, sekalipun diakui Karman dirinya merasa jatuh cinta sejak mereka bertemu pertama kali di tempat kos ayah Karman.

Begitu pula dengan Sita, yang menganggap Karman sebagai sosok yang bisa menggantikan posisi ayahnya yang pergi tiada tahu rimbanya. Namun karena godaan setan, maka hubungan yang semula hanya pertemanan itu pun berubah menjadi terlalu jauh. Hingga akhirnya datangnya sesuatu hal yang sama-sama tidak mereka inginkan.

"Mas, Sita terlambat bulan."

Kata-kata yang diucapkan dengan lirih itu, dirasa bak petir yang menyambar ubun-ubun Karman.

"Kok bisa, apa Sita tidak minum obat yang mas berikan," kata Karman panik. Seketika itu pula dunia seperti gelap di mata Karman.

"..dan hati yang hitam seperti cangkir yang terbalik; tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengingkari yang mungkar kecuali yang sesuai dengan hawa nafsunya." (HR Muslim) (Bersambung)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB
X