Orangtua Sibuk Anak Terlibat Klithih

photo author
- Sabtu, 9 Desember 2017 | 00:40 WIB
Orangtua Sibuk Anak Terlibat Klithih
Orangtua Sibuk Anak Terlibat Klithih

-
Orangtua Sibuk Anak Terlibat Klithih

KELUARGA Hasan (bukan nama sebenarnya) termasuk keluarga terpandang di lingkungannya. Maklum, secara ekonomi mereka lebih menonjol dibanding tetangga kiri kanannya. Segalanya sudah tercukup sehingga tidak ada kekurangannya sama sekali.

Pak Hasan memang seorang pekerja ulet. Ia memimpin sebuah perusahaan yang membutuhkan kinerja all out agar tidak kalah dalam persaingan. Namun konsekuensinya, ia jadi jarang berada di rumah. Begitu pun dengan Bu Hasan, yang merupakan wanita karir. Alhasil, mereka jarang bertemu secara tatap muka di rumah, termasuk dengan sang anak, Ali, yang masih duduk di sekolah menengah pertama.

Mereka merasa sudah cukup berkomunikasi melalui HP. Sementara kasih sayang terhadap Ali diwujudkan dengan pemberian fasilitas tak terbatas. Apapun keinginan Ali, terutama yang terkait dengan urusan materi, dalam sekejap pasti akan dipenuhi. Termasuk sepeda motor, yang mana seharusnya anak setingkat SMP belum boleh mengendarai sendiri.

Mereka lupa bahwa kebutuhan anak bukan cuma urusan materi belaka. Kedekatan dalam berinteraksi secara langsung dengan orangtua sesungguhnya jauh lebih penting. Terutama kaitannya dengan tugas orang tua dalam mendidik anaknya, agar tidak tersesat di jalan yang salah.

Firman Allah SWT yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai (perintah) Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. [QS. At-Tahrim : 6]

Hal itu baru disadari Pak Hasan dan istrinya, ketika suatu malam dirinya dihubungi pihak kepolisian. Betapa terkejutnya mereka mendengar kabar, Ali ditahan di kantor polisi karena terlibat dalam aksi teror cah klithih. Masih beruntung Ali tidak mengalami cedera sama sekali. Namun kejadian itu sangat menampar muka kedua orang tuanya. Sebagai orang terpandang, Pak Hasan merasa malu harus berurusan dengan pihak yang berwajib gara-gara ulah anaknya.

Sebagai orang yang terbiasa menerima tekanan berat dalam urusan pekerjaan, Pak Hasan berusaha tetap tenang menghadapi ujian. Dia menilai bahwa semua belum terlambat. Baginya bukan nama baiknya yang harus diutamakan, namun masa depan anaknyalah yang harus diselamatkan. Ia merasa bahwa kebutuhan materinya sudah lebih dari cukup sehingga tak perlu ngoyo untuk mengejarnya. Pak Hasan dan istrinya bertekad untuk membayar kekhilafannya selama ini dengan memberikan waktu yang lebih pada urusan keluarga, terutama dengan sang anak. (sd)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB
X