Dengan komando Paijo, anak-anak berjalan dan bertakbir di sepanjang jalan. Orang tua dari anak-anak itu juga ikut berkeliling.
Alhasil masjid sepi, hanya ada Pak Kaum dan beberapa pengurus takmir maskjid.
Selama perjalanan Paijo merasa bangga melihat kegembiraan anak-anak. Namun saat rombongan takbir keliling melewati mbelik.
Mendadak suasana jadi mencekam dan panik. Anak paling belakang tiba-tiba menangis dan berteriak-teriak.
Disusul anak di sampingnya menjerit-jerit. Paijo segera berlari ke barisan belakang. Belum sampai anak yang ada di barisan paling depan juga berteriak, menangis meraung-raung.
Susul menyusul anak-anak berteriak dan menjerit. Mereka kesurupan. Tidak hanya satu dua yang kesurupan. Hampir semua anak kesurupan. Paijo panik dan berteriak minta tolong.
Mendengar suara riuh, orang-ornag yang menunggu di masjid segera mendatangi rombongan. Satu per satu anak-anak ditenangkan Pak Kaum dibantu beberapa orang yang bisa menenangkan orang kesurupan.
Setelah tenang, semua kembali ke masjid. Anehnya sesampainya di masjid. Anak-anak yang kesurupan tadi tiba-tiba terlihat bugar. Seperti tidak terjadi apa-apa.
Sejak kejadian itu takbiran dilakukan di masjid. Sesuai tradisi turun temurun. - Nama samaran - (Seperti dikisahkan Indri Astuti di Koran Merapi) *