LANJUTAN cerita misteri ruang 13. Tiya merasa lega ada Bu Nur yang menemani. Akhirnya perkuliahan dimulai.
Selang beberapa menit Tiya merasa ada yang janggal, dari salam pembuka dan beberapa presentasinya tidak ada tanggapan balik oleh para mahasiswa. Bahkan kamera tidak dinyalakan oleh seluruh peserta, beberapa kali disampaikan untuk menyalakan kamera tetapi tidak dihiraukan.
“Saudara-saudara, sekali lagi ibu mohon kalian menyalakan kameranya. Jika tidak perkuliahan ini tidak ibu lanjutkan. Lalu di mana teman-teman Anda yang lain? Ini baru tiga belas orang yang bergabung,” tegas Tiya.
Baca Juga: Meski di Rumah Saja, Sembilan Film Perjuangan ini Bisa Bangkitkan Semangat Cinta Tanah Air
Melihat temannya kesulitan, ibu Nur mencoba mendekati Tiya dan melihat layar monitor.
“Kenapa Bu?”
“Ini Bu mereka tidak mau menampakkan wajahnya.”
Tiba-tiba ada suara laki-laki yang sedang mendengkur dari speaker komputer. Suara itu pelan dan lambat laun terdengar cukup jelas.
“Hei kalian! Jangan kurang ajar seperti itu!” kata Ibu Nur kesal seakan tengah disepelekan oleh mahasiswa.
Baca Juga: Seniman Banyumas Pentas Karawitan Sambut HUT RI
“Betul-betul tidak santun mereka Bu!” Kembali ia kesal.
“Iya Bu, tapi di layar tidak ada tanda microphone mereka nyala. Semuanya masih dalam kondisi hening.”
Buluk kuduk Tiya berdiri hingga memegang tangan ibu Nur yang sedang berdiri di samping. Mereka merasakan sesuatu yang tidak beres.
Suara dengkuran itu akhirnya hilang, tetapi sayup-sayup berubah menjadi erangan yang menyakitkan.
Sakit... sakit... saakiit..! Arghh! di sini...Pergi...!
Baca Juga: Avin Faiz Posting Foto Akad Nikah, Bantah Henny Orang Ketiga Pernikahannya
Tiya dan ibu Nur melacak di monitor, mereka berdua tidak menemukan peserta menyalakan microphone. Karena geram ibu Nur mencabut kabel speaker di komputer. Tetapi suara entah laki-laki atau perempuan itu tetap menggaung dan semakin keras, seakan menggambarkan bahwa sosok suara itu benar-benar kesakitan.