Ia mengaspal jalan, membangun jembatan, dan mendirikan lapangan olahraga untuk warga desa.
Ia juga terkenal sebagai kepala desa yang ramah, Selama ia menjabat, warga hidup aman, tentram, dan damai.
Sampai suatu saat, perempuan bernama Siti datang ke desa itu.
Warsidi pertama kali melihat Siti di panggung pertunjukan sebuah hajatan.
Sekumpulan penonton bergoyang di depan panggung mengikuti irama dangdut. Siti menyihir penonton dengan suara, senyum, dan matanya.
“Selamat malam duhai kekasih…” Ya, lagu itu yang Siti nyanyikan. Mata Warsidi tidak berkedip.
Ia terus menatap lekat ke panggung. Seolah-olah Siti menyanyikan lagu itu spesial untuk dirinya.
Warsidi terkesiap. Sudah lama dadanya tidak berdesir seperti ini.
Bulan demi bulan berlalu. Desas-desus warga desa mengatakan Warsidi dan Siti kian dekat.
Beberapa warga pernah memergoki mereka pergi berdua saja. “Aku pernah melihat mereka keluar dari hotel,” ujar Hartono.
“Mereka pasti sudah menikah siri,” sambar Yanto.
“Istri Warsidi tahu tidak ya?” tanya Bambang.
Demikianlah kabar itu beredar ke seantero desa. Rumor itu sampai juga ke telinga Erin, istri Warsidi.