Pada suatu malam, Mbok Tuo mendapat panggilan untuk membantu persalinan salah satu warga di desa Blacak.
Hanya ada satu jalan yang menghubungkan desa Sokonilo dengan desa Blacak, yaitu dengan menyebrangi kali Sokonilo.
Saat itu sudah ada jembatan penyebrangan yang terbuat dari bambu.
“Tok… tok… tok...” suara pintu diketuk.
“Sinten njeh?” kata Tini sambil membuka pintu.
“Mbok Tuo ono? Bojoku arep bayen” kata seorang laki-laki dari balik pintu.
“Simbok wonten, tenggo sekedap kulo matur rumiyen” kata Tini.
Setelah mempersiapkan peralatan yang akan digunakan untuk persalinan, Mbok Tuo dan laki-laki itu pergi menuju rumahnya.
Malam itu Tini tidak menemani Mbok Tuo karena Mbok Tuo tidak mengizinkannya.
Saat tiba di pertengahan jalan, laki-laki itu meminta berhenti di kali Sokonilo, karena ia ingin buang air kecil.
Mbok Tuo menunggu di atas dan laki-laki itu turun ke bawah. Tidak lama kemudian terdengar suara dari balik pohon, seperti ada seseorang yang menggerakkan pohon tersebut.
“Wuuusss…” suara sesuatu terbang dari balik pohon.
“Apa ya? Mbok aja geguyon.” kata Mbok Tuo.