DUA kali percobaan pemberontakan yang dilakukan oleh kakaknya sendiri, membuat Prabu Hanyakrawati harus mengambil sikap lebih tegas lagi. Dalam sebuah kesempatan menurut sejumlah kisah, Panembahan Seda Krapyak kemudian menyampaikan pidato yang sangat keras dalam ritual Siniwaka pada hari Senin yang ditujukan kepada seluruh keluarga kerajaan beserta para bupati. Dalam pesan itu Raja menegaskan kraman merupakan perbuatan yang memalukan, terlebih bagi keturunan Panembahan Senapati. Karena tidak mencerminkan sikap seorang kesatria Mataram. Barang siapa masih melakukan perbuatan melanggar paugeran kerajaan membuat rongrongan atas kedaualatan sang Nata, akan dijatuhi hukuman berat.
Setelah peristiwa itu, Mataram di bawah kendali Prabu Hanyakrawati relatif stabil dalam menjalankan roda pemerintahan. Bahkan dari berbagai sumber kisah tutur memberikan cerita, adanya pengiriman pasuakan tempur sejumlah 150.000 dari Mataram menuju ke Surabaya. Prabu Hanyakrawati juga dikenal sebagai pemberani sebagai mana Panembahan Senapati, sehingga pemberangatan pasukan ke Surabaya bolehjadi dimaksudkan untuk invansi dalam upaya perluasan wilayah Mataram. Selain itu, Surabaya ketika itu menjadi salah satu pusat kegiatan VOC dalam upaya menguasai Jawa dari arah Timur.
Secara rinci memang tidak ada kisah yang menceritakan seberapa lama ekspedisi militer itu berlangsung. Namun penggalan-penggalan cerita tutur banyak mengungkapkan, keberhasilan Mataram dalam menguasai wilayah Timur berjalan lancar tanpa ada pergolakan perlawanan yang berarti. Bahkan sebelum mencapai Surabaya, Gresik terlebih dahulu di taklukan dalam waktu singkat, bukan hanya pusat kota yang kemudian di bumi hanguskan. Namun termasuk juga benteng-benteng dan perkantoran perwakilan VOC diluluh lantakkan dengan tanah, oleh pasukan tempur Mataram Raya. Bukan hanya itu dibawah Panglima Perang Martalaya, Mataram pun menggempur Lamongan. Hal ini merupakan strategi Mataram untuk melumpuhkan Surabaya dengan menguasai daerah-daerah yang mengelilingi kota itu terlebih dahulu, sebelum menusuk ke jantung kota.
Prabu Hanyakrawati selain memiliki watak perwira dan ahli dalam strategi sebagai mana ayahnya, dia juga memiliki kebiasaan berburu. Selain itu sebagai seorang raja, dia memiliki selera tinggi terutama dalam menata lingkungan istana Kota Gede, yang belum begitu sempurna sepeninggalan Panembahan Senapati. Berbagai bangunan yang menjadi peninggalan Prabu Hanyakrawati diantaranya Prabayeksa istna tempat tinggal raja. Kemudian sebuah taman yang indah dibangun yaitu Danalaya, yang konon dilengkapi dengan kolam sedemikian indahnya.
Pada kurun waktu kisaran 1610 konon Prabu Hanyakrawati memerintahkan untuk membangun sejumlah lumbung berukuran besar di Gading. Banyak spekulasi yang kemudian menafsirkan, sejumlah bangunan lumbung itu diperuntukan menimbun bekal bahan pangan bagi raja dan para pendereknya sewaktu melakukan perburuan Kidang. Dapat dipahami kegemaran berburu bagi Prabu Hanyakrawati bukanlah sekedar liburan pendek, namun menjadi semacam bercengkrawa yang membutuhkan waktu lama, sehingga membutuhkan persiapan panganyang cukup bagi semua abdi dalem dan prajurit yang menyertainya.
Bukan hanya olah raga fisik seperti berburu dengan menunggang kuda dan memanah yang menjadi kegemaran sang Nata. Raja Mataram ini pun sangat menyukai olah rasa dengan menekuni sastra dan sejarah. Pada masa pemerintahannya dimintalah seorang dalang asal Kedu bernama Panjang Mas untuk membantunya dalam penulisan sastra yaitu Babad Demak.
Sejarah tidak banyak memberikan informasi terkait dengan penyebab wafatnya Prabu Hanyakrawati di Krapyak. Konon banyak yang menyebutkan kematian Prabu Hanyakrawati dikarenakan kecelakaan, tafsir yang kemudian berkembang dalam menterjemahkan kecelakaan itu bisa jatuh dari kuda atau terkena senjata ketika berburu. Tidak ada data yang dapat dijadikan data autentik terkait dengan wafatnya sang Nata. Hanya saja fakta historis kemudian menyebutkan baginda raja Mataram wafat di Krapyak, sehingga secara anumerta dalam sejarah bahkan dalam sejumlah babad disebut sebagai Panembahan Seda Ing Krapyak. (Teguh)