kearifan

Batik Motif Parang Rusak Hanya untuk Pangeran

Sabtu, 18 Agustus 2018 | 16:39 WIB

-
MERAPI-JB SANTOSO
Membatik dilakukan turun-temurun. BATIK dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu proses pembatikan, kualitas pembatikan, motif dan warna batik. Beberapa orang ada yang memperhitungkan makna atau nilai yang terkandung dalam selembar kain batik. Secara visual, batik mempunyai sejumlah pakem yang mesti diterapkan dalam penggunaannya. Baik dalam pakem pembuatan pola maupun pakem penggunan motif tersebut beserta acara atau upacara ritual yang akan diselenggarakan. Tidak sembarang orang boleh menggunakan pola tertentu. Pola Parang Rusak, misalnya, hanya boleh digunakan oleh Pangeran atau Pola Truntum yang diperuntukkan bagi pasangan pengantin. Terkait dengan larangan ini, masyarakat Yogyakarta terbilah patuh menerapkannya. Warna yang digunakan pada batik keraton terbatas pada pewarna alami. Ini karena pada masa itu belum ditemukan pewarna sintesis. Berdasarkan kosmologi Jawa, penerapan warna seperti hitam, merah, putih atau coklat mengacu pada pakem yang berlaku. Semua tata aturan tersebut bertujuan untuk penyelarasan dan harmonisasi. Penyelarasan dan harmonisasi itu sendiri merupakan suatu tujuan utama dari kearifan lokal dalam penciptaan karya seni, dalam hal ini adalah batik. Penciptaan tersebut merupakan suatu bagian dari kehidupan sehari-hari. Hal ini kiranya sesuai dengan adagium seni sebagai seni, bukan seni untuk harta. Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi turun-temurun, sehingga kadangkala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik kleuarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini motif batik tradisional hanya dipakai oleh keluaraga Kraton Yogyakarta dan Surakarta. (Jbo)  

Tags

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB