-
HM Fanni, Roni Sodewo (tengah) dan Ki Catur (membawa tokoh wayang Pangeran Diponegoro). PENGAJIAN akbar mengundang penceramah kondang sudah banyak dipraktikan pengurus takmir masjid. Namun, pengajian akbar dengan pentas wayang dengan lakon Diponegoro Kridha sukses digeber takmir Masjid Jogokariyan, baru-baru ini. Menurut Ketua Umum Takmir Masjid Jogokariyan HM Fanni Rahman, kegiatan ini sebagai bagian dari peringatan Isra’ Mi’raj serta menyambut Ramadan 1439 H. Mulai dari anak-anak sampai lansia antusias mengikutinya, apalagi dalangnya yakni Ki Catur Benyek Kuncoro sudah punya nama termasuk ketika menampilkan wayang Hip Hop serta Republik. “Acara ini gratis untuk umum, disediakan sego so’on dan wedang jahe. Disediakan juga aneka dorprize seperti kompor gas dan kipas angin,” jelasnya. Sementara itu menurut Ketua I takmir masjid setempat, Salim A. Fillah, cerita wayang tersebut diambil dari Babad Diponegoro, dari sejak Pangeran Diponegoro lahir hingga perjuangannya yang luar biasa melawan penjajah Belanda. Semangat jihad yang menggelora untuk membela rakyat dan mengusir Belanda diceritakan apik dan menarik oleh dalang Ki Catur. “Spirit jihad Pangeran Diponegoro sangat bagus untuk kita teladani, ditengah keprihatinan kita terhadap Indonesia. Spirit sang Pangeran bisa kita jadikan semangat untuk mandiri sebagai sebuah bangsa, dan berani melawan dominasi asing,” paparnya. Pada kesempatan tersebut, segenap tim panitia menggunakan seragam baju warna putih, sedikit kombinasi warna hitam. Bagian depan seragam antara lain ada tulisan: Brigade Masjid Jogokariyan, Hidup Mulia Mati Syahid. Hadirin banyak duduk lesehan di serambi maupun pelataran masjid. Sebagian lagi ada di Jalan Jogokariyan yang ditutup, baik dari arah barat maupun timur. Ketua Umum Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (Patra Padi) Roni Sodewo mengungkapkan, setiap Wayang Diponegoro dipentaskan selalu mendapat sambutan antusias dari masyarakat. Wayang ini termasuk sesuatu yang baru dan sesuatu yang berbeda. Ketika ditonton atau disimak sekitar 200 orang, maka seperti mengajak 200 orang masuk ke perpustakaan untuk membaca sejarah Diponegoro. “Patra Padi adalah pemilik dan penggagas Wayang Diponegoro. Saya juga sebagai penyusun balungan atau alur cerita,” ungkap Roni. Ki Catur menambahkan, Wayang Diponegoro dipentaskan di kompleks masjid baru pertama kali, yakni di pelataran Masjid Jogokariyan. Segenap tim sinden menggunakan pakaian hijab. Adapun tim pemusik antara lain ada Bayu P, Anon, Aji S, A Wibowo, Gaung, Welly, Wahyu W, Ngatiyo, Agus HS, Sudaryanto dan Pulung. Sebagai <I>simpingan<P> atau wayang yang ditata didepan layar tetap menggunakan wayang umumnya seperti cerita Mahabarata. “Tokoh wayang Pangeran Diponegoro dibuat dari kulit kerbau, proses penatahannya di Bantul. Muka tetap seperti wayang, bajunya berwarna putih polos menggambarkan surban. Pernah dibagian pinggir ada seperti batik, tapi atas usulan beberapa pihak akhirnya surban putih polos,” jelasnya. (Yan)