Suatu petang Pakde Gimin melangkah tergesa memuju kali yang tidak seberapa jauh dari rumahnya.
Perutnya sudah mules sejak siang tadi. Berkali-kali ke WC tanpa hasil.
Baca Juga: Dibacok di Depan Pacarnya, Dua Pemuda di Jakut Dibekuk Petugas Polsek Pademangan
"Apa harus ke sungai, Pak? Sudah hampir maghrib ini. Lebih baik di WC saja!" Istri Pakde Gimin sempat memperingatkan suaminya.
"Biar cepat lega, Bu. Di WC tidak keluar-keluar dari tadi," keluh Pakde Gimin sambil lalu.
Sesampainya di kali, Pakde Gimin segera berjalan ke tempat favoritnya. Di sebuah batu melintang di bawah rindangnya pohon bambu yang meliuk.
Irama aliran sungai, pula sejuk angin, membuat Pakde Giman tenang. Tanpa sadar dia melamun. Sebuah suara benda jatuh mengagetkan Pakde Gimin.
Dia memandang ke sekeliling. Matanya kemudian fokus ke kebun belakang Mbah Karto, tetangganya.
Sebuah kelapa menggelinding cepat ke arahnya. Pakde Gimin tercengang. Dan ketika buah kelapa itu hanya sejengkal dari tempatnya jongkok, buah kelapa itu tiba-tiba berhenti.
Baca Juga: Diberangkatkan Tahun Ini, 33 Persen Calon Jamaah Haji Indonesia Berusia Lansia
Seringai wajah menyeramkan menatap tajam ke arah Pakde Gimin. Buah kelapa tadi entah bagaimana berubah menjadi sebuah kepala yang meringis.
Kaget dan ketakutan, Pakde Gimin sampai tercebur ke sungai.
Bajunya basah. Pakde Gimin langsung lari terbirit-birit sambil membenarkan celananya.
"Ada apa, Pakde?" tanya para tetangga yang sedang duduk-duduk berkerumun di luar rumah.
"A...anu, tadi saya lihat ada gundul pringis," ucap Pakde Gimin terbata.