HARIAN MERAPI - Bagian pertama cerita misteri tanah yang terkutuk, petir menyambar pohon asem yang berumur ratusan tahun.
Nampak seorang lelaki dengan pakaian lusuhnya keluar dari semak belukar. Tubuhnya kekar dengan brewok yang menutupi wajahnya. Sekilas ia nampak seperti lelaki pada umumnya.
Seperti orang yang mengembala kambing, ia sedang mengajak ternak-ternaknya merumput. Orang-orang desa pun tak heran dengan kelakuannya.
Baca Juga: Cerita misteri seorang maling yang terpaksa tidur di pohon karena dihadang gendruwo
Sudah bertahun-tahun ia hidup dengan dunianya. Tak ada seorang pun yang berani mendekatinya terlebih kediamannya.
Konon tanah yang ia tempati merupakan tanah terkutuk. Lelaki yang bernama Wage tak lagi hidup layaknya manusia normal.
Jika Magrib tiba tak ada seorang pun yang berani melewati pekarangan rumahnya yang menjadi satu-satunya akses menuju pusat kota.
“Jangan ke sana ada Wage!” teriak Yu Karti.
Baca Juga: Cerita misteri Pak Kartijo memesan peti mati untuk dirinya sendiri
“Ayo Din kita ke lapangan saja.”
Anak-anak pun berlairan menjauhi Wage begitu juga dengan penduduk desa. Mereka lebih memilih menjauh ketimbang tertimpa bencana.
Tak banyak warga yang berani berbincang dengan Wage. Mereka takut menjadi tumbal pesugihan. Tidaklah mungkin ia hidup sebatang kara dengan harta berlimpah ruah.
Kalau tidak karena pesugihan tentu ia akan menikmati harta kekayaan bersama keluarganya. Istri dan anaknya sudah lama meninggal dan tak ada seorang pun yang tahu perihal kematiannya. Mereka semua meninggal secara tidak wajar.
Malam itu Dasimah pulang larut malam, selepas membeli bibit di kota. Tubuhnya basah kuyup, sepanjang perjalanan pulang ia diterpa hujan.