HARIAN MERAPI - Cerita misteri tentang Marto yang merasa sakit hati lataran cintanya ditolak.
Karena memburr nafsu dan ingin menutup rasa sakit hati, maka Marto pun menerapkan pedoman cinta ditolak dukun bertindak.
Marto pemuda yang bekerja sebagai petani kecil. Ia mengerjakan sawah warisan dari leluhurnya. Sebagai lelaki yang sedang menginjak dewasa, ia jatuh hati pada seorang gadis manis tetangga desa.
Baca Juga: Pensiunan Pejabat Perhutani Dilantik sebagai PAW Anggota DPRD Salatiga
Parti, putri petani yang cukup kaya secara ekonomi. Parti sering dijumpai Marto kala mengirim bekal makanan untuk ayahnya yang menggarap sawah tak jauh dari sawah milik Marto.
Sayangnya, Parti kurang menanggapi Marto. Entah mengapa. Terik matahari begitu panas menyengat kepala dan badan Marto.
Panas semakin menyengat ketika api asmara membakar hati melihat Parti lewat tanpa senyuman yang diharapkan dapat meneduhkan hatinya.
Bahkan ketika Marto berbincang di dangau tengah sawah dengan ayah Parti saat istirahat pun tidak digubrisnya. Ketika Marto menawarkan diri menemani pulang pun ditolaknya.
Lelaki pantang menyerah. Terinspirasi sebuah lagu, maka cinta ditolak dukun bertindak. Marto pun menghadap seseorang yang dianggap bisa membantu menaklukkan hati Parti.
Mbah Karso, seorang yang dianggap sesepuh, tak serta merta memenuhi permintaan Marto. Mbah Karso ingin tahu apakah cinta Marto hanya cinta erotis tanpa caritas atau cinta sejati.
Baca Juga: Pemkot Yogyakarta Segera Tambah Mesin Anjungan Dukcapil Mandiri, Ditempatkan di Area Publik
Dua kali panenan waktu yang cukup untuk belajar apa arti mencintai bagi Marto. Mbah Karso pun kini mengetahui bahwa cinta yang tumbuh di hati Marto bukanlah sekadar memiliki Parti.
Ia pun bersedia membantu Marto menaklukkan Parti. Marto diminta mencari bunga panca warna: melati (putih), kantil atau cempaka (kuning), kenanga (hijau), mawar (merah), dan sedap malam (lambang biru).
Setelah diberi mantra, kembang tersebut harus disebarkan di mana Parti sering lewat atau berada.
Tak berapa lama, Marto pun sedikit mendongakkan kepala agak sombong kala Parti melirik, memandang, bahkan mendekatinya. Takluklah Parti? Waktu nanti yang menjawab. - Semua nama samaran (Seperti dikisahkan Aribowo di Koran Merapi) *