HARIAN MEMAPI - Kisah cerita misteri wasiat yang terlupakan 1
Tidak ada yang mau disuruh nggarap sawah peninggalan bapak.
Sudah sepekan lebih hujan mendatangi daerah ini. Musim kemarau yang lama benar-benar telah dibasahi dalam hitungan hari.
Baca Juga: Johnny G Plate Bakal Jalani Sidang Perdana pada 27 Juni 2023
Lahan-lahan sawah kering sebelumnya dimanfaatkan petani menanam kacang hijau tuntas sudah dengan tugasnya. Kini lahan sawah terlukis bak danau berumput serta rumah bagi bayi katak-katak.
Jika malam tiba nyanyian katak-katak itu amatlah ramai. Imung memasukkan motor ke dalam rumah. Dihitungnya hasil penjualan sapi-sapinya di pasar hewan pagi tadi.
Bisnis yang lebih menguntungkan ketimbang menjadi petani pikirnya. Suara sapi-sapi di kandang melenguh bak lagu indah bagi telinganya.
“Wah kalau ternak kambing bisa juga ini buat nambah usaha,” ungkapnya lirih.
Simbok melihat anaknya sudah di ruang tamu. Dibuatkan teh panas dan diberikan kepada si wajah ceria di depannya.
“Eh, Simbok. Hari ini sapinya laku. Tiga bulan lagi dua sapi di kandang juga sudah diincar pembeli. Ini buat belanja Simbok…” diberikan sebagian uang kepada simbok.
Simbok yang sudah berumur 70 tahun itu merasa senang ketika anak ragilnya telah mandiri. Tetapi ada yang perlu dirinya utarakan kepada Imung.
“Mung… minggu depan sudah masuk seribu harinya bapakmu,” ujar simbok.
“Inggih Mbok, sudah saya siapkan keperluannya untuk doa bersama.”
“Bukan itu... Sawah bapakmu sudah lunak sepertinya. Bisa segera dibajak dan ditanam. Kasihan kalau kerbau bapakmu hanya dikandang,” kembali Simbok mengingatkan.