Setelah saling memperkenalkan dan saling cerita tentang perjalanan serta hingga sampai ke Bandung, teman baru mengatakan penyakitnya.
Penyembuh tidak pergi dari tempat duduknya, hanya tampaknya beliau tercenung, sambil tangan kananya bergerak-gerak, dan jelas sekali jika tangan kanan itu bergerak seakan bukan kemauanya, dan terus diikuti, penyembuh pun berdiri, berjalan, bergerak mengikuti tangan.
Kami hanya diam, sambil mata kami tak lepas dari gerakan-kerakannya. Dan ketika Penyembuh keluar ruang tamu, kami tak bisa melihatnya lagi.
“Obatnya gampang,” tukasnya sambil masuk kembali ke ruangan. Kami masih diam, hanya melihat, jika Penyembuh membawa sepasang sendal jepit, kami tahu jika itu sendal temanku.
“Selama hidup jangan pakai sendal jepit, boleh pakai sendal lainnya,” pintanya.
“Dan pulang nanti sendal ini jangan dipakai lagi, sampai rumah bersihkan, bungkus dan simpan!” pintanya.
Kemauan penyembuh pun diikuti, dan temanku sampai rumah hanya nyeker. Dan anehnya, beberapa hari berselang pileknya pun sembuh. (Dikisahkan Bagong di Koran Merapi) *