HARIAN MERAPI - Dunia pasar modal Indonesia diguncang kasus pembobolan Rekening Dana Nasabah (RDN) yang menelan kerugian hingga puluhan miliar rupiah.
Dana yang seharusnya aman di rekening khusus untuk transaksi saham ternyata bisa raib, memunculkan pertanyaan besar: siapa yang paling bertanggung jawab?
Kasus terbaru menimpa PT Panca Global Kapital Sekuritas (PGS) dengan RDN di Bank Central Asia (BCA).
Baca Juga: Terdakwa Pembunuh Sopir Taksi Online Dituntut Hukuman Mati
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut dugaan kerugian mencapai Rp70 miliar.
Selain itu, pada Juli lalu laporan pembobolan juga muncul di RHB Sekuritas melalui Bank Permata.
Pakar keamanan siber Teguh Aprianto menilai titik lemah justru berada di sisi perusahaan sekuritas, bukan bank.
Sistem integrasi host-to-host dengan API yang dipakai untuk mempermudah transaksi disebut memiliki celah keamanan, sehingga memungkinkan dana dipindahkan tanpa otentikasi berlapis seperti OTP.
Baca Juga: Ungkap Peredaran Obat Keras, Polres Sukoharjo Amankan Ratusan Butir Pil Koplo
“Masalah bukan di banknya, tapi di sistem sekuritas yang bisa dibobol melalui server,” kata Teguh, seperti dikutip pada Senin 22 September 2025.
Meski begitu, bank sebagai kustodian dana juga tidak bisa lepas tangan. Sistem deteksi fraud seharusnya bisa menangkal transaksi mencurigakan.
Seharusnya, jika ada transaksi tidak wajar, alarm perbankan muncul, sehingga tidak terjadi fraud seperti ini.
Baca Juga: Komplotan pembuat SIM palsu berhasil dibongkar Satreskrim Polresta Yogyakarta
Regulator pasar modal pun kini mendapat sorotan. Bursa Efek Indonesia (BEI), Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) mengeluarkan aturan baru yang memperketat pemindahbukuan dana dari RDN.