Di sektor perhotelan yang memiliki banyak karyawan, hal ini berisiko menyebabkan defisit operasional dan bahkan penutupan hotel. Sebanyak 58 persen responden juga memperkirakan potensi gagal bayar pinjaman kepada bank akibat kondisi yang semakin sulit.
Dampak pemotongan anggaran ini juga berpengaruh pada penerimaan pajak hotel. Sebanyak 75 persen dari pelaku industri pariwisata memprediksi bahwa target pajak yang ditetapkan tidak akan tercapai.
Sementara 71 persen lainnya khawatir bahwa kerugian pendapatan hotel akan mengganggu rantai pasok industri ini.
Jika situasi tidak segera diatasi, 83 persen pelaku industri yakin sektor pariwisata akan mengalami penurunan lebih lanjut, yang akan berdampak buruk bagi ekonomi daerah yang sangat bergantung pada pariwisata.
Senada dengan Christy, Ketua Umum GIPI Hariyadi Sukamdani turut menyuarakan tentang relaksasi. Ia juga menyinggung kebijakan yang menginstruksikan Kementerian dan Lembaga untuk memangkas anggaran perjalanan dinas (Perdin) hingga 50 persen.
Menurut dia, meski kebijakan tersebut memangkas sebanyak 50 persen anggaran, kenyataan di lapangan sama sekali tidak ada pemasukan sektor pariwisata utamanya hotel yang mendapat pesanan terkait perjalanan dinas kementerian dan lembaga.
“Kami melihat bahwa lebih baik pemerintah segera kalau memang 50 persen itu dijalankan 50 persen. Karena per hari ini yang terjadi adalah 100 persen tidak ada yang jalan,” imbuh Hariyadi.