Data dari Insurance Asia menunjukkan pangsa pasar takaful di Indonesia sempat turun dari 10,1 persen pada 2024 menjadi 8,4 persen di awal 2025.
Meski demikian, tren ini tidak lantas menutup peluang, melainkan memperlihatkan ruang yang bisa diisi oleh inovasi dan penguatan kelembagaan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono menuturkan salah satu tantangan industri asuransi syariah di Indonesia adalah peningkatan literasi masyarakat yang harus terus diupayakan berbagai pihak.
“Ada beberapa aspek yang jadi perhatian terkait tantangan di industri asuransi syariah ke depan, salah satunya adalah peningkatan literasi,” tutur Ogi belum lama ini.
Baca Juga: Habiburokhman menilai wajar MBG bermasalah sebab seperti hajatan tiap hari, ada saja masalah
Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2025, mencatat indeks literasi keuangan syariah penduduk Indonesia sebesar 43,42 persen naik dari tahun sebelumnya yang berada di angka 39,11 persen.
Meski naik, namun angka ini masih menunjukan gap signifikan dengan indeks literasi asuransi konvensional yang berada di angka 66,45 persen.
Regulasi sebagai Momentum Transformasi
OJK melalui POJK No. 11/2023 telah mengatur bahwa lebih dari 70 persen UUS harus melakukan spin-off paling lambat akhir 2026, sementara sisanya wajib mentransfer portofolio syariahnya ke entitas penuh.
Aturan ini menimbulkan tantangan tersendiri, terutama bagi entitas dengan modal terbatas.
Namun, regulasi tersebut sesungguhnya dapat menjadi momentum untuk memperkuat fondasi industri.
Spin-off dan konsolidasi mendorong entitas syariah memiliki struktur keuangan yang lebih sehat, tata kelola yang lebih baik, serta ruang yang lebih luas untuk berinovasi.
Sementara AASI berpandangan spin off unit usaha syariah merupakan langkah strategi yang baik. Menurutnya, aturan tersebut berdampak baik bagi perusahaan asuransi syariah, agen, hingga konsumen.