Aksi kekerasan kembali renggut nyawa suporter PSS Sleman, mau sampai kapan ?

photo author
- Selasa, 30 Agustus 2022 | 12:25 WIB
Ini dia pelaku penganiayaan yang tewaskan suporter PSS Sleman. (Foto: Samento Sihono)
Ini dia pelaku penganiayaan yang tewaskan suporter PSS Sleman. (Foto: Samento Sihono)



TAK ada sepakbola sebanding nyawa. Begitu kira-kira ungkapan yang pas atas tragedi tewasnya seorang suporter PSS, AEP (18) warga Banyuraden Gamping Sleman.

Pelajar tersebut tewas setelah dianiaya gerombolan pemuda di perlintasan kereta api Mejing Kidul Ambarketawang Gamping Sleman usai menonton pertandingan sepakbola di Maguwoharjo, Minggu. Sedang dua temannya berhasil diselamatkan, namun mengalami luka-luka.

AEP tewas dengan luka bacok di anggota tubuhnya. Awalnya, ketiga anak tersebut sempat dibawa ke rumah sakit, namun AEP tak dapat diselamatkan. Darah kembali tumpah di Yogya hanya gara-gara sentimen antarsuporter.

Baca Juga: Laga perdana Liga 2, Nusantara United bertekad raih poin penuh lawan Persipa Pati di Magelang sore nanti

Sebelumnya mereka diteriaki oleh gerombolan orang yang sedang nongkrong di tempat cucian mobil yang menyebut diri mereka suporter bola dan langsung mengejar AEP dan dua temannya.
Gerombolan tersebut langsung melakukan penganiayaan dengan berbagai senjata tajam hingga AEP menemui ajal.

Mengetahui korban tak berkutik, gerombolan tersebut langsung kabur. Entah bagaimana perasaan mereka setelah membunuh korbannya. Apa yang mereka lakukan sungguh biadab, tak kenal perikemanusiaan. Padahal, belum lama berselang, seorang supoter PSS juga tewas dianiaya oleh suporter lain saat kerusuhan di Gejayan beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Awasi pajak di Kota Jogja bisa dapat hadiah, begini caranya

Mau sampai kapan kekerasan dan pembunuhan berlangsung ? Kiranya para pengambil kebijakan, khususnya dalam pertandingan sepakbola bersikap tegas dan tidak menoleransi segala bentuk kekerasan, dalam bentuk apapun. Darah sudah terlalu banyak tumpah di Yogya hanya gara-gara sentimen suporter.

Dari aspek keamanan, rasanya memang tidak mungkin mengawal suporter sampai rumah. Sehingga butuh kesadaran dari suporter sendiri untuk menjaga ketertiban dan tak melakukan tindak kekerasan. Semua suporter pasti ada koordinator atau penanggungjawabnya. Mereka seharusnya peduli dan mengatur agar anak buahnya tertib, tidak bikin onar.

Bila manajemen suporter masih seperti sekarang ini, niscaya suatu saat peristiwa serupa akan terulang. Dikhawatirkan, Yogya akan dikenal sebagai daerah yang penuh kekerasan, apalagi kejadian serupa terus berulang. Kiranya perlu ada tindakan yang lebih tegas lagi untuk menghukum suporter, dari manapun asalnya, ketika terbukti melakukan kekerasan, apalagi sampai menyebabkan nyawa melayang.

Baca Juga: Alasan DPRD DKI Jakarta rapat anggaran di Megamendung Bogor: Agar fokus dan seksama

Kasus tewasnya suporter PSS Sleman di Mejing Kidul kiranya mudah diungkap, lantaran mereka sebelumnya telah nongkrong-nongkrong di tempat cucian mobil. Meskipun saat itu kondisi tengah malam, namun tetap ada saksi yang melihatnya, sehingga polisi berhasil membekuk 12 pelaku penganiayaan.


Mereka rata-rata usia dewasa, seorang di antaranya di bawah umur dan justru bertindak sebagai provokator. Agaknya, mereka sudah merencanakan untuk bikin kerusuhan, terbukti dengan tindakan mempersiapkan berbagai senjata, antara lain celurit, pedang, pentungan dan sebagainya.

Padahal saat itu klub favorit mereka tidak ikut bertanding di Stadion Maguwoharjo. Selayaknya pelaku mendapat hukuman lebih berat, karena pengaiyaan itu sudah direncanakan. (Hudono)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Malaysia Jadi Tuan Rumah SEA Games 2027

Minggu, 21 Desember 2025 | 12:30 WIB

Luis Suarez Berseragam Inter Miami hingga 2026

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:00 WIB
X