HARIAN MERAPI - Sebagai Ketua Dewan Pers, Prof Azyumardi Azra punya jasa dalam memajukan kemerdekaan pers di Indonesia.
Pemikiran-pemikiran Prof Azyumardi Azra dalam kemerdekaan pers diantaranya terlontar pada diskusi di Gedung Pers Jakarta pusat Juli lampau.
Prof Azyumardi Azra meminta pada DPR untuk mengubah pasal-pasal yang mengancam kemerdekaan pers di rancangan Kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP).
Baca Juga: Mengapa 'Bacuya' dijadikan maskot Piala Dunia U-20 di Indonesia? Ini alasannya....
Prof Azyumardi Azra menyampaikan selain berpotensi mengancam kemerdekaan pers, juga dapat mengkriminalisasi karya jurnalistik dan bertentangan dengan semangat yang terkandung dalam UU Pers 40/1999 tentang Pers.
Pada saat itu Prof Azyumardi Azra menegaskan kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
RKUHP kata Prof Azyumardi Azra juga memuat sejumlah pasal yang multitafsir. Selain itu juga sebagai pasal karet dan tumpang tindih dengan undang-undang yang ada.
DPR harap Azyumardi saat itu untuk memenuhi asas keterbukaan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf g Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dalam proses RKUHP dengan memberikan kesempatan masyarakat memberikan masukan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan secara transparan dan terbuka.
Baca Juga: Prof Azyumardi Azra meninggal, Dubes RI untuk Malaysia : Karena serangan jantung
Pasal-pasal di RKHUP yang menurut Prof Azyumardi Azra mengancam kemerdekaan pers dan mengkriminalisasikan karya jurnalistik seperti
1. Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara.
2. Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden, perlu ditiadakan karena merupakan penjelmaan ketentuan-ketentuan tentang penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam KUHP yang sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan Putusan Nomor 013022/PUU-IV/2006;
3. Pasal 240 dan 241 Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah, serta Pasal 246 dan 248 (penghasutan untuk melawan penguasa umum) harus dihapus karena sifat karet dari kata “penghinaan” dan "hasutan” sehingga mengancam kemerdekaan pers, kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Baca Juga: Tips hemat konsumsi BBM, lakukan hal-hal berikut ini
4. Pasal 263 dan 264 Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong;
5. Pasal 280 Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan.